Senin, 16 Oktober 2017

Takhrij hadis

PEMBAHASAN
A.    Pengertian Takhrijul Hadits
Takhrij dalam bahasa memiliki beberapa arti, yaitu al-Istinbath (mengeluarkan), at-Tadrib (melatih atau pembiasaan) dan at-Tarjih (menghadap).[1] Sedangkan menurut Istilah, takhrij memiliki beberapa pengertian, diantaranya:
1.      Menyampaikan hadits kepada orang banyak dengan menyebutkan semua perawi dalam matarantai sanad hadits itu beserta metode periwayatan masing-masing.
2.      Menunjukan asal-ususl hadits dan mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab koleksi hadits yang disusun mutakharrijnya secara langsung.
3.      Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya, dengan menyertakan metode periwayatan dan mata rantai sanadnya serta menjelaskan keadaan para perawi dan kualitas haditsnya.
Akan tetapi, bila dihubungkan dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, takhrij bisa berarti “penelusuran atau pencarian sebuah hadits pada berbagai kitab koleksi hadits sebagai sumber aslinya, yang dikemukakan secara lengkap matan dan mata rantainya.
B.     Tujuan Takhrij al-Hadits
1.      Untuk mengetahui asal-usul periwayatan hadits yang akan diteliti.
Hal ini dilakukan demi mengetahui status dan kualitas hadits yang akan diteliti. Tanpa mengetahui secara benar sanad dan matannya yang sesuai dengan sumber pengambilannya, seorang peneliti tidak akan bisa melakukan penelitian dengan baik dan cermat.
2.      Untuk mengetahui dan mencatat seluruh periiwayatan hadits yang akan diteliti mengingat redaksi hadits yang akan diteliti itu bervariasi antara satu dengan yang lain, seorang peneliti harus mencari periwayatan yang ada (terkait hadits yang diteliti). Karena boleh jadi salah satu sanad hadits tersebut berkualitas dhaif, sedangkan sanad yang lain berkualitas shahih.
Oleh karena itu, untuk memperoleh kepastian kualitas sebuah sanad, seorang peneliti harus mengetahui seluruh mata rantai periwayatan hadits yang diteliti, sehingga penelitian tersebut dapat dilakukan secara baik dan benar.
3.      Mengetahui ada tidaknya sayhid  dan muttabi’
Sebuah hadits bisa naik derajatnya jika ditemukan adnya muttabi’ dan syahid., semua sanad hadits yang redaksinya bervariasi harus dikumpulkan, karena bisa jadi salah satunya merupakan syahid dan muttabi’ bagi hadits yang diteliti. Dengan demikian, takhrij hadits dapat terlaksana dengan baik jika sorang peneliti dapat mengetahui semua mata rantai sanad dan matan sebuah hadits dari sumber pengambilannya, juga mengetahui jalur-jalur periwayatan yang ada syahid dan mutabi’nya.[2]
Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui bahwa inti dari Takhrij bertujuan untuk menunjukkan sumber hadits-hadits dan menerangkan diterima dan ditolaknya hadits tersebut.[3]
C.     Manfaat Takhrij al-Hadits
Takhrij al-Hadits memberikan banyak manfaat. Dengan adanya takhrij kita dapat sampai kepada perbendaharaan-perbendaharaan sunnah Nabi. Tanpa keberadaan takhrij seseorang tidak akan mungkin mengungkapkannya. Diantara kegunaan takhrij adalah sebagai berikut:
1.      Takhrij memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dimana suatu hadits berada beserta Ulama yang meriwayatkannya
2.      Takhrij dapat menambah perbendaharaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang ditunjukinya. Semakin banyak kitab-kitab asal yang memuat suatu hadits, semakin banyak pula perbendaharaan yang kita miliki
3.      Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad, memperjelas perawi hadits dan memperjelas arti kalimat asing yang terdapat dalam satu sanad
4.      Menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat dan menghilangkan hukum syadz dalam suatu hadits
5.      Menjelaskan masa dan tempat serta sebab-sebab timbulnya hadits.[4]
D.    Metode Takhrij al-Hadits
Secara garis besar ada dua cara dalam melakukan takhrij al-hadis, yaitu pertama, takhrij al-hadis dengan cara konvensional. Maksudnya adalah melakukan takhrij al-hadis dengan menggunakan kitab-kitab hadis atau kitab-kitab kamus. Kedua, takhrij al-hadis dengan menggunakan perangkat komputer melalui bantuan software.[5] Adapun metode yang pertama, yakni takhrij al-hadis dengan cara konvensional memiliki beberapa metode, antara lain:
1.      Dengan mengetahui rawi hadis yang pertama, yakni sahabat apabila hadis tersebut muttashil dan tabi’in apabila hadis tersebut mursal. Dengan mengetahui nama rawi yang pertama atau sanad terakhir suatu hadis, lafadz matan secara lengkap disertai sanadnya dapat diketahui melalui penelusuran dari kitab-kitab Atraf, kitab-kitab Musnad dan kitab-kitab Mu’jam. Kitab-kitab tersebut memuat nama sahabat tertentu dengan menyebutkan semua hadis yang diriwayatkannya ataupun nama tabi’in tertentu serta hadis-hadis yang diriwayatkannya.
Adapun kitab Atraf adalah kitab yang didalamnya disebut sebagian saja dari suatu lafadz hadis dan diisyaratkan kelanjutannya serta diterangkan sanadnya baik seluruhnya atau sebagian besar. Di antara kitab-kitab Atraf yang masyhur adalah:
a.       Atraf al-Sahihain karya Abu Mas’ud Ibrahim ibn Muhammad al-Dimasyqi.
b.      Al-Asyraf ala Ma’rifah al-Atraf karya Abu al-Qasim Ali ibn al-Hasan.
c.       Tuhfah al-Asyraf bi Ma’rifah al-Atraf karya Abu al-Hajjaj Yusuf Abd al-Rahman al-Mazi, dan lain sebagainya.
Adapun kitab Musnad adalah kitab yang disusun pengarangnya berdasar nama-nama sahabat atau kitab yang menghimpun hadis-hadis sahabat. Di antara kitab-kitab Musnad ialah:
a.       Musnad Ahmad ibn Hanbal
b.      Musnad Abi Bakr Abdullah ibn al-Zubair al-Humaidi
c.       Musnad Abi Dawud Sulaiman ibn Dawud al-Tayalisi, dan lain sebagainya.
Adapun kitab Mu’jam adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat, guru-gurunya, negaranya atau yang lainnya berdasarkan urutan alfabetis.[6] Di antara kitab-kitab Mu’jam ialah:
a.       Al-Mu’jam al-Kabir karya Abu al-Qasim Sulaiman ibn Ahmad al-Tabarani.
b.      Al-Mu’jam al-Ausat karya Abu al-Qasim Sulaiman ibn Ahmad al-Tabarani.
c.       Mu’jam al-Sahabah karya Ahmad ibn Ali ibn Lali al-Hamdani, dan lain sebagainya.
2.      Dengan mengetahui suatu tema hadis memungkinkan seseorang untuk menelusuri sumbernya yang asli, yakni kitab yang disusun berdasar bab-bab atau masalah-masalah tertentu. Adapun kitab-kitab yang diperlukan adalah:
a.       Kitab-kitab Jawami’, seperti al-Jami’ al-Sahih karya Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail al-Bukhari, al-Jami’ baina al-Sahihain karya Ismail ibn Ahmad, al-Jami’ al-Sahih karya Imam Muslim dan lain sebagainya.
b.      Kitab-kitab Mustakhraj, seperti Mustakhraj Sahih al-Bukhari karya al-Gitrifi, Mustakhraj Sahih Muslim karya Abu Awanah al-Isfirayini dan sebagainya.
c.       Kitab-kitab Mustadrakat, seperti al-Mustadrak karya al-Hakim dan al-Mustadrak  karya Abu Dzarr al-Harawi.[7]
3.      Dengan mengamati secara mendalam keadaan sanad dan matan. Adapun  metode ini dengan melihat petunjuk dari sanad, matan atau sanad dan matannya secara bersamaan. Petunjuk dari matan, misalnya adanya kerusakan makna hadis atau menyelisihi al-qur’an. Adapun kitab yang bisa di jadikan rujukan adalah:
a.       Al-Maudhu’at al-Sugra, karya Ali al-Qari (w. 1014 H).
b.      Tanzih al-Syari’ah al-Marfu’ah ‘an al-Ahadis al-Syaniah al-Maudhu’ah, karya al-Kinani (w. 963 H).
Petunjuk yang lain dari matan yaitu bila diketahui matan hadis tersebut merupakan hadis qudsi. Kitab yang bisa dijadikan rujukan dalam hal ini ialah:
a.       Misykah al-Anwar, karya Muhy al-Din Muhammad ibn Aly ibn Arabi al-Khatimi (w. 638 H).
b.      Al-ittihafat al-Saniyah bi al-Hadis al-Qudsiyyah, karya ‘Abd al-Rauf al-Munawi (w. 1031 H).[8]
Petunjuk dari sanad, misalnya sanad yang rawinya meriwayatkan hadis dari anaknya. Karena itu, baik juga diketahui yang demikian agar jangan sampai kita menyangka bahwa isnad tersebut terbalik. Kitab yang dijadikan rujukan seperti Riwayah al-Aba ‘an al-Aba karya Abu Bakar Ahmad bin Ali al-Baghdadi.
Adapaun metode dengan cara konvensional ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini adalah:
1)      Dapat diketahui semua hadis yang diriwayatkan sahabat tertentu dengan sanad dan matannya secara lengkap.
2)      Ditemukannya banyak jalan periwayatan untuk matan yang sama.
3)      Memudahkan untuk menghafal dan mengingat hadis yang diriwayatkan sahabat tertentu.
Kekurangan metode ini adalah:
1)      Membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menemukan sahabat tertentu dengan hadisnya (untuk kitab-kitab yang tidak disusun secara alfabetis).
2)      Membutuhkan waktu yang relatif lama untuk menemukan hadis tertentu dari seorang sahabat. Karena biasanya sahabat tidak hanya meriwayatkan satu atau dua hadis saja.
Adapun metode yang kedua, yakni takhrij al-hadis dengan perangkat komputer. Untuk mempercepat proses penelusuran dan pencarian hadis secara cepat, bisa menggunakan jasa komputer dengan software semisal Maktabah al-Syamilah, Mausu’ah al-Hadis al-syarif al-Kutub al-Tis’ah dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, kami menggunakan Maktabah al-Syamilah yang di dalamnya memuat beberapa kitab hadis. Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk menelusuri hadis-hadis yang terdapat dalam software ini. Beberapa metode tersebut antara lain:
1.      Dengan memilih lafadz yang terdapat dalam daftar lafadz yang sesuai dengan teks hadis yang dicari
2.      Dengan mengetikkan salah satu lafadz dalam matan hadis
3.      Berdasarkan para periwayatnya
4.      Berdasarkan kitab dan bab sesuai yang ada dalam kitab aslinya.
E.     Contoh kegiatan Takhrij al-Hadis
Contoh pertama, hadis tentang syafaat Nabi bagi umatnya, bunyi teksnya adalah:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم شَفَاعَتِى لأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِى
“Rasulullah bersabda: syafaatku bagi orang-orang yang berdosa besar dari umatku”.
Setelah dilakukan kegiatan takhrij al-hadis, hadis di atas bersumber dari:
1.      Sunan Abu Dawud, bab fi al-syafaah, no. hadis 4741.
2.      Al-Tirmidzi, bab minhu, no. hadis 2435 dan 2436.
3.      Musnad Ahmad bin Hanbal, bab musnad ahmad bin malik radhiya allahu anhu, no. hadis 13245.
Berikut ini teks hadis berdasar takhrij al-hadis secara lengkap:
1.      Sunan Abu Dawud, bab fi al-syafaah, no. hadis 4741.
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا بِسْطَامُ بْنُ حُرَيْثٍ عَنْ أَشْعَثَ الْحُدَّانِىِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : شَفَاعَتِى لأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِى
2.      Al-Tirmidzi, bab minhu, no. hadis 2435.
 حدثنا العباس العنبري حدثنا عبد الرزاق عن معمر عن ثابت عن أنس قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم شفاعتي لأهل الكبائر من أمتي
 قال أبو عيسى هذا حديث حسن صحيح غريب من هذا الوجه
3.      Musnad Ahmad bin Hanbal, bab musnad ahmad bin malik radhiya allahu anhu, no. hadis 13245.
 حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا سليمان بن حرب ثنا بسطام بن حريث عن أشعث الحراني عن أنس بن مالك قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : شفاعتي لأهل الكبائر من أمتي

Contoh kedua, hadis tentang Nabi adalah imam bagi para nabi dan pemilik syafaat mereka, bunyi teksnya adalah:
إذا كان يوم القيامة كنت إمام النبيين وخطيبهم وصاحب شفاعتهم غير فخر

“Apabila hari kiamat tiba, maka Aku adalah imam para nabi, juru bicaranya dan pemberi syafaat kepada mereka tanpa kesombongan”.
Setelah dilakukan kegiatan takhrij al-hadis, hadis di atas bersumber dari:
1.      Sunan ibnu Majah, bab dzikr al-syafaah, no. hadis 4314.
2.      Al-Tirmidzi, bab fi fadl al-nabi shallahu alaihi wa sallama, no. hadis 3613.
3.      Musnad Ahmad ibn Hanbal, bab hadis al-thufail bin ubay bin ka’ab an abihi, no. hadis 21283, 21290 dan 21294.
Berikut ini teks hadis berdasar takhrij al-hadis secara lengkap:
1.      Sunan ibnu Majah, bab dzikr al-syafaah, no. hadis 4314.
 حدثنا إسماعيل بن عبد الله الرقي . ثنا عبيد بن عمرو عن عبد الله بن محمد ابن عقيل عن الطفيل بن أبي بن كعب عن أبيه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال إذا كان يوم القيامة كنت إمام النبيين وخطيبهم وصاحب شفاعتهم . غير فخر
2.      Al-Tirmidzi, bab fi fadl al-nabi shallahu alaihi wa sallama, no. hadis 3613.
 حدثنا محمد بن بشار حدثنا أبو عامر حدثنا زهير بن محمد عن عبد الله بن محمد بن عقيل عن الطفيل بن أبي كعب عن أبيه : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : مثلي في النبيين كمثل رجل بنى دارا فأحسنها وأكملها وجملها وترك منها موضع لبنة فجعل الناس يطوفون بالبناء ويعجبون منه و يقولون : لو تم موضع تلك اللبنة وأنا في النبيين بموضع تلك اللبنة
 وبهذا الإسناد عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : إذا كان يوم القيامة كنت إمام النبيين وخطيبهم وصاحب شفاعتهم غير فخر
 قال أبو عيسى : هذا حديث حسن
3.      Musnad Ahmad ibn Hanbal, bab hadis al-thufail bin ubay bin ka’ab an abihi, no. hadis 21283, 21290 dan 21294.
 حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا أبو عامر ثنا زهير يعنى بن محمد عن عبد الله بن محمد عن الطفيل بن أبي بن كعب عن أبيه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال : إذا كان يوم القيامة كنت إمام النبيين وخطيبهم وصاحب شفاعتهم غير فخر قال وسمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول لولا الهجرة لكنت امرأ من الأنصار ولو سلك الناس واديا أو شعبا لكنت مع الأنصار
تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح لغيره وهذا إسناد حسن في المتابعات والشواهد من أجل عبد الله ابن محمد
Adapun contoh-contoh ini menggunakan metode yang kedua, yakni takhrij al-hadis dengan menggunakan perangkat komputer. Metode ini memiliki beberpa keistimewaan dan kekurangan. Keistimewaannya antara lain:
a.       Metode ini mempercepat pencarian hadis-hadis.
b.      Memungkinkan pencarian hadis melalui kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadis.[9]
Dan kekurangan yang terdapat dalam metode ini antara lain:
a.       Keharusan memiliki kemampuan bahasa arab beserta perangkat ilmu-ilmunya yang memadai.
b.      Terkadang suatu hadis tidak didapatkan dengan satu kata, sehingga orang yang mencarinya harus menggunkan kata-kata yang lain.[10]

PENUTUP
Kesimpulan
                                     Takrij al-hadis sangat penting untuk digunakan dalam kegiatan penelitian hadis. Takrij sendiri dapat diartikan penelusuran atau pencarian hadis dalam kitab-kitab hadis sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan matarantai yang bersangkutan. Faktor penyebab takhrij al-hadis adalah untuk mengetahui asal usul riwayat hadis, mengetahui dan mencatat seluruh periwayatan hadis, dan mengetahui ada atau tidaknya syahid dan mutabi’ pada matarantai sanad.

Daftar pustaka
M. Ma’shum Zein, Ilmu Memahami Hadits (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2014).
Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Mukhtar, Metodologi Takhrij Hadits (Semarang: Dina Utama Semarang, 1994).
Suryadi dan M. Alfatih Suryadinaga, Metodologi Penelitian Hadis (Yogyakarta: Teras, 2009).
Maktabah Syamilah.



[1]  M. Ma’shum Zein, Ilmu Memahami Hadits (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2014) hlm:222
[2]  M. Ma’shum Zein, Ilmu Memahami Hadits,..hlm.224
[3] Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Mukhtar, Metodologi Takhrij Hadits (Semarang: Dina Utama Semarang, 1994) hlm.4
[4]  Agil Husin Munawar dan Ahmad Rifqi Muhtar, Metodologi Takhrij Hadits,...hlm.5
[5] Suryadi dan M. Alfatih Suryadinaga, Metodologi Penelitian Hadis (Yogyakarta: Teras, 2009) hlm.38
[6] Ibid,...hlm.40
[7] Ibid,...hlm.46
[8] Ibid,...hlm.48
[9] Agil Husain Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metodologi Takhrij Hadits (Semarang: Dina Utama Semarang, 1994) hlm.60
[10] Ibid,...hlm.61

Tidak ada komentar:

Posting Komentar