Senin, 16 Oktober 2017

Perkembangan Islam di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Indonesia dikenal sebagai negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia. Penyebaran  Islam berhasil disebarkan di Indonesia hingga bisa berkembang pesat dan tetap bertahan hingga saat ini tentunya dengan berbagai cara yang tidak sembarang.
Islam masuk ke Indonesia pada masa kerajaan-kerajaan. Keberhasilan proses Islamisasi di Indonesia ini memaksa Islam sebagai pendatang, untuk mendapatkan simbol-simbol kultural yang selaras dengan kemampuan penangkapan dan pemahaman masyarakat yang akan dimasukinya dalam pengakuan dunia Islam. Langkah ini merupakan salah satu watak Islam yang pluralistis yang dimiliki semenjak awal kelahirannya.  

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Kerajaan-kerajaan Islam zaman penjajahan Belanda.
2.      Peradaban Islam di Indonesia.

C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Mengetahui kerajaan-kerajaan Islam.
2.      Mengetahui peradaban Islam di Indonesia.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA
1.      SITUASI KERAJAAN ISLAM KETIKA BELANDA DATANG
Menjelang kedatangan Belanda di Indonesia pada akhir abad ke-16 dan abad ke-17 keadaan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia tidaklah sama. Perbedaan keadaan tersebut bukan hanya berkenaan dengan kemajuan politik, tetapi juga dalam proses pengembangan Islam di kerajaan-kerajaan tersebut. Misalnya di Sumatra, penduduk sudah memeluk Islam sekitar tiga abad, sementara di Maluku dan Sulawesi penyebaran agama Islam baru saja berlangsung.
Di Sumatra, setelah Malaka jatuh ke tangan portugis, pencaturan politik di kawasan Selat Malaka merupakan perjuangan segi tiga: Aceh, portugis, dan johor yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Malaka Islam. Pada abad ke-16, tampaknya Aceh menjadi lebih dominan,terutama karena para pedagang muslim menghindar dari Malaka, dan memilih Aceh sebagai pelabuhan transit. Aceh berusaha menarik perdagangan internasioal dan antar kepulauan Nusantara. Bahkan ia mencoba menguasai pelabuhan-pelabuhan pengekspor lada, yang ketika itu sedang banyak permintaan.
Ketika itu Aceh memang sedang berada pada masa kejayaannya, dibawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Iskandar Muda wafat dalam usia 46 tahun pada 27 Desember 1636. Ia digantikan oleh Sultan Iskandar Tsani. Sultan ini masih mampu mempertahankan kebesaran Aceh. Akan tetapi setelah ia meninggal dunia, 15 februari 1641, Aceh secara berturut-turut di pimpin oleh tiga orang wanita selama 59 tahun. Pada saat itulah aceh mulai mengalami kemunduran. Daerah-daerah di Sumatra yang dulu berada dibawah kekuasaannya mulai memerdekakan diri.
Meskipun sudah jauh menurun, Aceh masih bertahan lama menikmati kedaultannya dari invertensi kekuasaan asing. Padahal kerajaan-kerajaan islam lainnya, seperti Minangkabau, Jambi, Riau, dan Palembang tidak demikian,. di jawa, pusat kerajaan islam sudah pindah dari pesisir ke pedalaman, yaitu dari Demak ke Pajang kemudian ke Mataram Berpindahnya pusat pemerintahan iu membawa pengaruh besar yang sangat menentukan perkembangan sejarah islam di jawa, diantaranya adalah (1) kekuasaan dan sistem politik didasarkan atas basis agraris, (2) peranan daerah pesisir dalam perdagangan dan pelayar jawa, dan (3) terjadinya pergeseran pusat-pusat perdagangan dalam abad ke-17 dengan segala akibatnya.
Pada tahun 1619, seluruh jawa timur praktis sudah berada dibawah kekuasaan Mataram, yang ketika itu dibawah pemerintahan Sultan Agung. Pada masa pemerintahan Sultan Agung inilah kontak-konak bersejata antara kerajaan Mataram dengan VOC mulai terjadi. Meskipun ekspansi mataram telah menghancurkan kota-kota  pesisir dan mengakibatkan perdagangan setengahnya menjadi lumpuh, namun sebagai penghasil utama dan pengekspor beras, posisi mataram dalam jaringan perdagangan di Nusantara masih berpengaruh.
Di Sulawesi, pada akhir abad ke-16, pelabuhan Makassar berkembang dengan pesat. Letaknya memang strategis , yaitu tempat persinggahan ke Maluku, filiphina, cina, patani,kepulauan nusa tenggara, dan kepulauan idonesia bagian barat. Akan tetapi, ada faktor-faktor historis lain yang mempercepat perkembangan itu. Pertama,penduduk Malaka, oleh portugis mengakibatkan terjadinya migrasi pedagang melayu, antara lain, Makassar. Kedua, arus migrasi melayu bertambah besar setelah aceh mengadakan ekspedisi terus menerus ke johor dan pelabuhan-pelabuhan di semenanjung melayu. Ketiga, blockade belanda terhadap malaka dihindari oleh pedagang-pedagang, baik Indonesia maupun india ,asia barat dan asia timur. Keempat, merosotnya pelabuhan jawa timur mengakibatkan fungsinya di ambil oleh pelabuhan Makassar . Kelima, usaha belanda memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku membuat Makassar mempunyai kedudukan yang sentralbagi perdagangan antara Maluku dan malaka. Itu semua membuat pasar berbagi macam barang berkembang di sana.
Sementara itu, Maluku, banda, seram, dan ambon sebagai pangkal atau ujung perdagangan rempah-rempah menjadi sasaran pedagang barat yang ingin menguasainya dengan politik monopolinya. Ternate dan tidore  dapat terus dan berhasil mengelakkan dominasi total dari portugis dan spanyol, namun ia mendapat ancaman dari belanda yang dating kesana.

2.    LATAR BELAKANG KEDATANGAN BELANDA, VOC, HINDIA BELANDA
Tujuan belanda dating ke Indonesia, pertama-tama adalah untuk mengembangkan usaha perdagangan, yaitu mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa. Perseroan Amsterdam mengirim armada kapal perdagangannya yang pertama ke Indonesia tahun 1595, terdiri dari empat kapal, di bawah pmpinan Cornelis de Houtman. Menyusul kemudian angkatan kedua tahun 1598 di bawah pimpinan van Nede, dan van Warwijck. Selain dari Amsterdam, juga dating beberapa kapal dari berbagai kota di Belanda. Angkatan ketiga berangkat tahun 1599 di bawah pimpinan van der Hagen, dan angkatan ke empat tahun 1600 di bawah pimpinan van Neck.
            Melihat hasil yang diperoleh perseroan Amsterdam itu, banyak perseroan lain berdiri yang juga ingin berdagang dan berlayar ke indonesia. Pada bulan maret 1602 perseroan-perseroan itu bergabung dan di sahkan oleh staten-general republik dengan satu piagam yang memberi hak khusus kepada perseroan gabungan tersebut untuk berdagang, berlayar, dan  memegang kekuasaan di kawasan antara tanjung harapaan dan kepulauan Solomon, termasuk kepulauan nusantara. Perseroan itu bernama Vereenigde Oost Indische compagnie (VOC)
            Melihat isi piagam tersebut, jelas bahwa VOC, di samping berdagang dan berlayar, juga di beri hak untuk melakukan kegiatan-kegiatan politik dalam rangka menunjang usaha perdagangannya. Sangan boleh jadi, hak politik itu di berian karena hal yang sama juga berlaku pada bagi Negara  eropa lainnya, seperti portugis yang dating ke kepulauan Indonesia hamper seabad sebelum belanda. Sebelum itu, belanda sudah berhasil mendirikan faktotai di aceh (1601), dan gresik (1602).
            VOC yang yang berpusat di Amsterdam itu merumuskan langkah-langkah sebagai berikut.
a.    Kompeni Belanda itu boleh membuat atau mengadakan perjanjian dengan raja-raja di Hindia timur atas nama kerajaan belanda.
b.    Kompeni belanda boleh membangun kota, benteng, dan kubu-kubu pertahanan di tempat-tempat yang di pandang perlu.
c.    Kompeni belanda boleh mengadakan serddu sendiri, gubernur dan pegawai-pegawai sendiri, sehingga menjadi serupa pemerintahan.
Dalam pelayaran pertama, VOC sudah mencapai banten dan selat bali. Pada pelayaran kedua, mereka sampai ke Maluku untuk membeli rempah-rempah. Dalam angkatan ketiga mereka sudah terlibat perang melawan portugis di Ambon, tetapi gagal, yang memaksa mereka untuk mendirikan benteng tersendiri. Mereka kali ini sudah berhasil membuat kontrakdengan pribumi mengenai jual beli rempah-rempah. Dalam angkatan keempat, mereka berhasil membuka perdagangan dengan banten, dan ternate, tetapi mereka gagal merebut benteng portugis di tidore.
Dalam usaha mengembangkan perdagangannya, VOC Nampak ingin melakukan monopoli. Karena itu, aktivitasnya yang ingin menguasai perdagangan Indonesia menimbulkan perlawnan pedagang-pedagang pribumi yang merasa kepentingannya terancam. Sistem monopoli itu bertentangan dengan sistem tradisional yang di anut masyarakat . sikap belanda yang memaksakan kehendak dengan kekerasan makin memperkuat sikap permusuhan pribumi tersebut. Pada tahun 1798, VOC di bubarkan. Sebelumnya, pada 1795 izin operasinya di cabut. Kemunduran, kebangkrutan dan di bubarkannya VOC di sebabkan oleh  berbagai faktor, antara lain pembukuan yang curang , pegawai yang tidak cakap dan korup, utang besar, dan sistem monopoli serta sistem paksa dalam pengumpulan bahan-bahan atau hasil tanaman penduduk sehingga menimbulkan kemerosotan moril baik para penguasa mauun penduduk yang sangat menderita.
Pada pergantian abad ke-18 secara resmi Indonesia pindah ke tangan pemerintah belanda. Pemerintahan belanda ini berlangsung sampai tahun 1942, dan hanya di interupsi pemerintahan inggris Selama beberapa tahun pada 1811-1816. Sampai tahun 1811, pemerintahan Hindia belanda tidak mengadakan perubahan yang berarti. Pada tahun 1830, pemerintahan Hindia belanda menjalankan sistem tanam paksa. Setelah terusan suez di buka dan industri di negri belanda sudah berkembang pemerintahan menerapkan politik liberal di Indonesia . perusahaan dan modal swasta di buka seluas-luasnya . meskipun dalam politik liberal itu kepentingan dan hak pribumi mendapat perhatian, tetapi pada dasarnya tidak mengalami perubahan yang berarti. Baru pada tahun 1901 belanda menerapkan politik etis, politik balas budi.
3.    PENETRASI POLITIK BELANDA
            VOC sejak semula memang diberi izin oleh pemerintah belanda untuk melakukan kegiatan politik dalam rangka mendapatkan hak monopoli dagang di Indonesia. Oleh karena itu, VOC dibantu kekuatan militer dan armada tentara serta hak-hak yang bersifat kenegaraan, mengadakan perjanjian politik, dan sebagainya. Dengan perlengkaan yang lebih maju, VOC, melakukan politik yang ekspansi. Boleh dikata, abad ke-17 dan 18 adalah priode ekspansi dan monopoli dalam sejarah colonial di Indonesia.” Menjelang akhir abad ke-18 ekspansi wilayah ini berhasil di jawa.
            Sultan agung sejak semula sudah melihat bahwa belanda adalah ancaman. Pada tahun 1628 dan 1629, mataram dua kali melakukan serangan ke Batavia, tetapi gagal. Masuknya pengaruh belanda ke pusat kekuasaan mataram adalah karena amangkurat II (1677-1703)  meminta bantuan VOC untuk memadamkan pemberontakan Trunojoyo, adipati Madura, dan pemberontakan kajoran. Pada masa amangkurat III Mataram mengalami krisis, sementara belanda telah menggerogoti wilayah dan kekuasaannya. Memang setiap bantuan yang di berikan belanda harus di bayar dengan wilayah dan konsesi dagang.
            Meluasnya pengaruh belanda dalam pemerintahan mataran, di percepat oleh konflik intern dalam istana. Karena konflik itulah Mataram pada tahun 1755 pecah menjadi Surakarta dan Yogyakarta, tahun 1757 muncul kekuasaan mangkunegara, dan akhirnya pada tahun 1813 kekuasaan Paku alam.
            Penetrasi politik belanda juga terjadi di kerajaan Banjarmasin. Belanda pertama kali datang ke kerajaan ini pada awal abad ke-17.mereka dengan susah payah mendapatkan izin untuk  berdagang. Karena di pandang merugikan pedagang banjar sendiri, para pedagang belanda ini akhirnya diusir dari sana. Posisi mereka kemudian di isi oleh para pedagang inggris. Namun, yang terakhir ini pun di  usir dari kerajaan itu dengan alasan yang sama. Setelah pedagang inggris meninggalkan Banjarmasin pada dasawarsa ketiga abad ke-18, banjar didatangi lagi oleh pedagang Belanda. Mereka mendekati Sultan Tahliliah dan pada tahun 1734 mereka berhasil mengadakan perjanjian dengan mendapatkan fasilitas perdagangan di kerajaan itu. Psds mulanya, mereka masih sangat tergantung pada kebijaksanaan sultan. Kesempatan untuk memperbesar  pengaruh dalam kerajaan banjar baru mereka peroleh ketika terjadi konflik antara pangeran amir dan pangeran nata. Pangeran amir yang lebih di senangi rakyat tersingkir dalam persaingannya memperebutkan tahta kerajaan dengan pangeran nata yang mendapat bantun belanda setelah pangeran ii meminta bantuan tersebut . pangeran amir akhirnya dapat di tangkap dan di buang ke Ceylon.
B.       PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
1.        SEBELUM KEMERDEKAAN
Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau abad ke tujuh sampai abad ke delapan masehi. Ini mungkin didasarkan kepada penemuan batu nisan seorang wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun dileran dekat Surabaya tahun 475 H atau 1082 M. Sedang menurut laporan seorang musafir Maroko Ibnu Batutah yang mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya ke negeri Cina pada tahun 1345 M. Agama islam yang bermadzhab Syafi’i telah mantap disana selama se abad, oleh karena itu berdasarkan bukti ini abad ke XIII di anggap sebagai awal masuknya agama islam ke Indonesia. Daerah yang pertama-pertama dikunjungi ialah :
Pesisir Utara pulau Sumatera, yaitu di peureulak Aceh Timur, kemudian meluas sampai bisa mendirikan kerajaan Islam pertama di Samudera Pasai, Aceh Utara.
Pesisir Utara pulau Jawa kemudian meluas ke Maluku yang selama beberapa abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu kerajaan Majapahit.
Pada permulaan abad ke XVII dengan masuk islamnya penguasa kerajaan Mataram, yaitu: Sultan Agung maka kemenangan agama islam hampir meliputi sebagian besar wilayah Indonesia.
Sejak pertengahan abad ke XIX, agama islam di Indonesia secara bertahap mulai meninggalkan sifat-sifatnya yang Singkretik (mistik). Setelah banyak orang Indonesia yang mengadakan hubungan dengan Mekkah dengan cara menunaikan ibadah haji, dan sebagiannya ada yang bermukim bertahun-tahun lamanya.
Ada tiga tahapan “masa” yang dilalui atau pergerakan sebelum kemerdekaan, yakni :

a.         Pada Masa Kesultanan
Daerah yang sedikit sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah Aceh, Minangkabau di Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama islam secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, social dan politik penganut-penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama islam itu telah menunjukkan dalam bentuk yang lebih murni. Dikerajaan tersebut agama islam tertanam kuat sampai Indonesia merdeka. Salah satu buktinya yaitu banyaknya nama-nama islam dan peninggalan-peninggalan yang bernilai keIslaman.
Di kerajaan Banjar dengan masuk islamnya raja banjar. Perkembangan islam selanjutnya tidak begitu sulit, raja menunjukkan fasilitas dan kemudahan lainnya yang hasilnya membawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan islam. Secara konkrit kehidupan keagamaan di kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya Mufti dan Qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang Fiqih dan Tasawuf. Islam di Jawa, pada masa pertumbuhannya diwarnai kebudayaan jawa, ia banyak memberikan kelonggaran pada sistem kepercayaan yang dianut agama Hindu-Budha. Hal ini memberikan kemudahan dalam islamisasi atau paling tidak mengurangi kesulitan-kesulitan. Para wali terutama Wali Songo sangatlah berjasa dalam pengembangan agama islam di pulau Jawa.
Menurut buku Babad Diponegoro yang dikutip Ruslan Abdulgani dikabarkan bahwa Prabu Kertawijaya penguasa terakhir kerajaan Mojopahit, setelah mendengar penjelasan Sunan Ampel dan Sunan Giri, maksud agama islam dan agama Budha itu sama, hanya cara beribadahnya yang berbeda. Oleh karena itu ia tidak melarang rakyatnya untuk memeluk agama baru itu (agama islam), asalkan dilakukan dengan kesadaran, keyakinan, dan tanpa paksaan atau pun kekerasan.
b.    Pada Masa Penjajahan
Dengan datangnya pedagang-pedagang barat ke Indonesia yang berbeda watak dengan pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India yang beragama islam, kaum pedagang barat yang beragama Kristen melakukan misinya dengan kekerasan terutama dagang teknologi persenjataan mereka yang lebih ungggul daripada persenjataan Indonesia. Tujuan mereka adalah untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan islam di sepanjang pesisir kepulauan nusantara. Pada mulanya mereka datang ke Indonesia untuk menjalin hubungan dagang, karena Indonesia kaya dengan rempah-rempah, kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut. Waktu itu kolonial belum berani mencampuri masalah islam, karena mereka belum mengetahui ajaran islam dan bahasa Arab, juga belum mengetahui sistem social islam. Pada tahun 1808 pemerintah Belanda mengeluarkan instruksi kepada para bupati agar urusan agama tidak diganggu, dan pemuka-pemuka agama dibiarkan untuk memutuskan perkara-perkara dibidang perkawinan dan kewarisan. Tahun 1820 dibuatlah Statsblaad untuk mempertegaskan instruksi ini. Dan pada tahun 1867 campur tangan mereka lebih tampak lagi, dengan adanya instruksi kepada bupati dan wedana, untuk mengawasi ulama-ulama agar tidak melakukan apapun yang bertentangan dengan peraturan Gubernur Jendral. Lalu pada tahun 1882, mereka mengatur lembaga peradilan agama yang dibatasi hanya menangani perkara-perkara perkawinan, kewarisan, perwalian, dan perwakafan. Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda lebih berani membuat kebijaksanaan mengenai masalah islam di Indonesia, karena Snouck mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan politik islamnya. Dengan politik itu, ia membagi masalah islam dalam tiga kategori :
v  Bidang agama murni atau ibadah
Pemerintahan kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat islam untuk melaksanakan agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
v  Bidang sosial kemasyarakatan
Hukum islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan adapt kebiasaan.
v  Bidang politik
Orang islam dilarang membahas hukum islam, baik Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan dan ketata negaraan.
c.     Pada Masa Kemerdekaan
Terdapat asumsi yang senantiasa melekat dalam setiap penelitian sejarah bahwa masa kini sebagian dibentuk oleh masa lalu dan sebagian masa depan dibentuk hari ini. Demikian pula halnya dengan kenyataan umat islam Indonesia pada masa kini, tentu sangat dipengaruhi masa lalunya.
Islam di Indonesia telah diakui sebagai kekuatan cultural, tetapi islam dicegah untuk merumuskan bangsa Indonesia menurut versi islam. Sebagai kekuatan moral dan budaya, islam diakui keberadaannya, tetapi tidak pada kekuatan politik secara riil (nyata) di negeri ini. Seperti halnya pada masa penjajahan Belanda, sesuai dengan pendapat Snouck Hurgronye, islam sebagai kekuatan ibadah (sholat) atau soal haji perlu diberi kebebasan, namun sebagai kekuatan politik perlu dibatasi. Perkembangan selanjutnya pada masa Orde Lama, islam telah diberi tempat tertentu dalam konfigurasi (bentuk/wujud) yang paradoks, terutama dalam dunia politik. Sedangkan pada masa Orde Baru, tampaknya islam diakui hanya sebatas sebagai landasan moral bagi pembangunan bangsa dan negara.

2.        SETELAH KEMERDEKAAN
a.    Birokrasi Keagamaan
Ibu kota kerajaan disamping merupakan pusat-pusat politik dan perdagangan, juga merupakan tempat berkumpul para ulama dan muballig Islam. Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M) mengangkat Syaikh Syamsuddin Al-Sumatrani menjadi mufti kerajaan Aceh dan begitu pula terjadi pada raja-raja yang lain.
Kedudukan ulama disamping sebagai penasihat raja, juga duduk dalam jabatan-jabatan keagamaan yang tingkat dan namanya berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Tetapi penerapan hukum Islam terkuat ada pada kerajaan Aceh dan Banten.
b.    Ulama dan Ilmu-Ilmu Pengetahuan
Ada dua cara yang dilakukan oleh para ulama untuk menyebarkan kebudayaan Islam :
-  Membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai muballig
-  Melalui karya-karya yang tersebar dan dibaca di berbagai tempat yang jauh.
Ilmuwan Muslim terkenal pertama di Indonesia adalah Hamzah Fansuri yang menulis Asrarul-‘Arifin fi Bayan ila Suluk wa Al-Tauhid. Kemudian, Syamsuddin Al-Sumatrani mengarang buku Mir’atul Mu’minin (1601 M); Nurudin Al-Raniri yang menulis banyak buku diantaranya al-Shirath, al-Mustaqim berisi uraian tentang hukum kitab-kitab suluk di Jawa bersifat mistik yang terambil dari tradisi mistik (tasawuf) Islam.
Di Sulawesi, pemikiran tasawuf dikembangkan oleh Syaikh Yusuf Makassar (1626-1699 M) yang berlayar di Timur Tengah. Pada abad ke-19 M, pemikiran tasawuf mulai bergeser kepada pemikiran fiqih seperti tergambar dalam karya-karya ulama pada masa itu. Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari misalnya (1710-1812 M) menulis kitab fiqih Sabilal Muhtadin dan kitab Perukunan Mellayu.
c.     Arsitek Bangunan
Hasil-hasil seni bangunan pada perkembangan dan pertumbuhan Islam di Indonesia, antara lain : mesjid-mesjid kuno Demak, mesjid Agung Banten, mesjid Baiturrahman di Aceh, Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, dan di daerah-daerah lain. Beberapa masjid kuno, bangunannya mengingatkan kita kepada seni bangunan Candi selain dari itu, pintu gerbang baik di keraton maupun pemakaman berbentuk Candi-bentar, kori agung, jelas menunjukkan corak pintu gerbang yang dikenal sebelum Islam. Demikian pula, nisan-nisan kubur di daerah Tralaya, Tuban, Madura, Demak, Kudus, Cirebon, dan Banten menunjukkan unsur-unsur seni ukir dan perlambang pra-Islam. Di Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera terdapat beberapa nisan kubur yang lebih menunjukkan unsur seni Indonesia pra-Hindu dan pra-Islam.
d.    Departemen Agama
Departemen Agama (dulu namanya Kementrian Agama) didirikan tanggal 3 Januar1 1946 pada masa Kabinet Syahrir. Menteri Agama pertama adalah M. Rasyidi yang diangkat pada tanggal 12 Maret 1946. Berdirinya Departemen Agama merupakan penyesuaian pemerintah kala itu dengan keinginan mayoritas Muslim. Menurut B. J. Boland walaupun banyak pendapat yang saling bertentangan tentang kementrian, secara bertahap makna yang positif dari kementrian akan tampil ke depan yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
- Bahwa kementrian itu menawarkan kemungkinan bagi agama, khususnya Agama Islam, untuk berperan seefektif mungkin dalam negara dan masyaraqat
- Dalam sebuah negeri yang sangat bercorak Muslim, kementrian ini merupakan suatu jalan tengah antara negara sekular dan negara Islam.
Dalam jangka waktu beberapa tahun di awal berdirinya kementrian ini, telah dikeluarkan berbagai peraturan yang menentukan tugas serta ruang lingkup kementrian agama.
e.    Pendidikan
Salah satu bentuk pendidikan Islam tertua di Indonesia adalah pesantren yang tersebar di berbagai pelosoknya. Pada awal abad ke-20, persoalan administrasi dan organisasi pendidikan mulai mendapat perhatian setelah berkembangnya pemikiran pembaharuan dalam Islam. Hal ini untuk memperbaiki, tidak ada kurikulum yang jelas dalam pesantren untuk tingkat lanjutan.
Setelah Indonesia merdeka, Badan Pekerja Komite Nasional pusat dalam bulan Desember 1945 menganjurkan agar pendidikan madrasah yang ada pada masa sebelumnya diteruskan. Pada tahun 1946 Departemen Agama mengadakan latihan 90 guru agama, dan pada tahun 1948, didirikanlah sekolah guru dan hakim Islam di Solo. Beberapa sekolah agama Islam direncanakan dan didirikan oleh Departemen Agama. Sementara, perguruan Islam swasta masih berjalan.
Bentuk-bentuk lembaga pendidikan swasta tersebut adalah sebagai berikut: Pesantren Indonesia klasik, madrasah diniyah (agama), madrasah-madrasah swasta (negeri).
Kaum muslimin sejak awal berpikir untuk membangun Perguruan Tinggi Islam, akhirnya Mahmud Yunus membuka Islamic College pertama tanggal 9 Desember 1940 di Padang, terdiri dari Fakultas Syari’ah, Fakultas Pendidikan dan Bahasa Arab. Pada tahun 1945, muncul Universitas Islam Indonesia (UII) yang merupakan perguruan tinggi Islam pertama yang memiliki fakultas-fakultas non agama. Pada tanggal 26 Sepetember 1951 dibuka perguruan tinggi dengan nama Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), dan pada tahun 1957 di Jakarta didirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA). Gabungan keduanya membentuk IAIN yang terus berkembnag pesat.[18]
f.     Hukum Islam
Salah satu lembaga Islam yang sangat penting yang juga ditangani oleh Departemen Agama adalah hukum atau syariat. Pengadilan Islam di Indonesia membatasi dirinya pada soal-soal yang bersifat pribadi. Keberadaan lembaga peradilan agama di masa Indonesia merdeka adalah kelanjutan dari masa colonial Belanda.
Setelah Indonesia merdeka jumlah pengadilan agama bertambah tetapi administrasinya tidak segera dapat diperbaiki. Para hakim Islam tampak ketat dan kaku, karena hanya berpegang pada mazhab Syafi’i. Sementara itu, belum ada kitab undang-undang yang seragam yang dapat dijadikan pegangan para hakim dan Pengadilan Agama. Karena itulah, sekolah Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) dan Fakultas Syariah di perguruan-perguruan tinggi Islam didirikan.
Baru pada tahun 1974, hukum perkawinan diundangkan, setelah Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui pada bulan Desember 1973. Pada tanggal 21 Maret 1984 diterbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama yang menetapkan terbentuknya sebuah panitia dengan tugas menangani pelaksanaan kompilasi. Dan akhirnya panitia kompilasi itu telah menghasilkan tiga buku hukum, masing-masing tentang Hukum Perkawinan (Buku I), Hukum Kewarisan (Buku II), dan Hukum Perwakafan (Buku III). Ketiga buku tersebut dilokakaryakan pada bulan Februari 1988 dan mendapat dukungan yang luas.
Kemantapan posisi hukum Islam dalam sistem hokum nasional semakin meningkat setelah Undang-Undang Peradilan Agama ditetapkan tahun 1989. Undang-Undang Peradilan Agama ini merupakan kelengkapan dari UU No. 14/1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman.
g.    Haji
Setelah Indonesia, pada tahun 1964, Dewan Urusan Haji mengajak PHI untuk kembali mengurus jamaah haji, tetapi campur tangan pemerintah di dalamnya semakin besar, karena tanggung jawab penyelenggaraan haji terletak pada pemerintah setempat. Namun, semua usaha yang dilakukan itu tidak ada yang berhasil baik. Setelah Soekarno jatuh tahun 1966, organisasi-organisasi swasta mulai lagi melakukan kegiatannya menyelenggarakan perjalanan haji.
Diantara alasan mengapa pemerintah melakukan monopoli dalam perjalanan penyelenggaraan haji adalah sebagai berikut:
-    Pemerintah merasa bertanggung jawab atas penyelenggaraan perjalanan haji agar masyarakat merasa tentram dan terjamin
-  Kemungkinan faktor laba juga menjadi perhatian pemerintah.
h.    Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Di samping Departemen Agama, cara lain pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan administrasi Islam ialah mendirikan Majelis Ulama. Suatu program pemerintah, apalagi yang berkenaan dengan agama, hanya bisa berhasil dengan baik bila disokong oleh ulama. Karena itu, kerja sama antara pemerintah dan ulama perlu terjalin dengan baik. Pertama kali Majelis Ulama didirikan pada masa pemerintahan Soekarno. Majelis ini pertama-tama berdiri di daerah-daerah karena diperlukan untuk menjamin kemajuan.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam perkembangan Islam di Indonesia stelah banyak kerajaan Islam menjadi kerajaan yang kuat, penyebarannya juga dilakukan dengan jalan Ekspansi dan Invansi ke daerah-daerah sekitar wilayah kerajaan. Adapun Keadaan kerajaan-kerajaan Islam menjelang datangnya Belanda di akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 ke Indonesia berbeda-beda, bukan hanya berkenaan dengan kemajuan politik, tetapi juga proses Islamisasinya. Di Sumatera, penduduk sudah Islam sekitar tiga abad, sementara di Maluku dan Sulawesi proses Islamisasi baru saja berlangsung. Sebelum datangnya penjajah, baik itu Belanda ataupun Portugis, di Indonesia telah berdiri bermacam-macam kerajaan baik yang Hindu maupun Budha. Namun, setelah datangnya kerajaan-kerajaan Islam  hal-hal mulai banyak mengalami perubahan, baik dari hal politik maupun Ilmu pengetahuan. Islam memberi warna baru bagi kehidupan di Indonesia.

            DAFTAR PUSTAKA
Ø  Kitab sejarah peradaban Islam terlengkap; Abdul Syukur al-Azizi; penerbit saufa yogyakarta

Ø  Sejarah peradaban Islam; Drs. Syamsul Munir Amin, M.A.; penerbit amzah jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar