BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia dikenal sebagai
negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia. Penyebaran Islam
berhasil disebarkan di Indonesia hingga bisa berkembang pesat dan
tetap bertahan hingga saat ini tentunya dengan berbagai cara yang tidak
sembarang.
Islam masuk ke Indonesia
pada masa kerajaan-kerajaan. Keberhasilan
proses Islamisasi di Indonesia ini memaksa Islam sebagai pendatang, untuk
mendapatkan simbol-simbol kultural yang selaras dengan kemampuan penangkapan
dan pemahaman masyarakat yang akan dimasukinya dalam pengakuan dunia Islam.
Langkah ini merupakan salah satu watak Islam yang pluralistis yang dimiliki
semenjak awal kelahirannya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Kerajaan-kerajaan Islam zaman penjajahan Belanda.
2.
Peradaban Islam di Indonesia.
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Mengetahui kerajaan-kerajaan Islam.
2.
Mengetahui peradaban Islam di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA
1. SITUASI KERAJAAN ISLAM KETIKA BELANDA
DATANG
Menjelang
kedatangan Belanda di Indonesia pada akhir abad ke-16 dan abad ke-17 keadaan
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia tidaklah sama. Perbedaan keadaan tersebut
bukan hanya berkenaan dengan kemajuan politik, tetapi juga dalam proses
pengembangan Islam di kerajaan-kerajaan
tersebut. Misalnya di Sumatra, penduduk sudah memeluk Islam sekitar tiga abad,
sementara di Maluku dan Sulawesi penyebaran agama Islam baru saja berlangsung.
Di
Sumatra, setelah Malaka jatuh ke tangan portugis, pencaturan politik di kawasan
Selat Malaka merupakan perjuangan segi tiga: Aceh, portugis, dan johor yang
merupakan kelanjutan dari Kerajaan Malaka Islam. Pada abad ke-16,
tampaknya Aceh menjadi lebih dominan,terutama karena para pedagang muslim
menghindar dari Malaka, dan memilih Aceh sebagai pelabuhan transit. Aceh
berusaha menarik perdagangan internasioal dan antar kepulauan Nusantara. Bahkan
ia mencoba menguasai pelabuhan-pelabuhan pengekspor lada, yang ketika itu sedang
banyak permintaan.
Ketika
itu Aceh memang sedang berada pada masa kejayaannya, dibawah pemerintahan
Sultan Iskandar Muda. Iskandar Muda wafat dalam usia 46 tahun pada 27 Desember
1636. Ia digantikan oleh Sultan Iskandar Tsani. Sultan ini masih mampu
mempertahankan kebesaran Aceh. Akan tetapi setelah ia meninggal dunia, 15
februari 1641, Aceh secara berturut-turut di pimpin oleh tiga orang wanita
selama 59 tahun. Pada saat itulah aceh mulai mengalami kemunduran.
Daerah-daerah di Sumatra yang dulu berada dibawah kekuasaannya mulai
memerdekakan diri.
Meskipun
sudah jauh menurun, Aceh masih bertahan lama menikmati kedaultannya dari
invertensi kekuasaan asing. Padahal kerajaan-kerajaan islam lainnya, seperti
Minangkabau, Jambi, Riau, dan Palembang tidak demikian,. di jawa, pusat kerajaan
islam sudah pindah dari pesisir ke pedalaman, yaitu dari Demak ke Pajang
kemudian ke Mataram Berpindahnya pusat pemerintahan iu membawa pengaruh besar
yang sangat menentukan perkembangan sejarah islam di jawa, diantaranya adalah
(1) kekuasaan dan sistem politik didasarkan atas basis agraris, (2) peranan
daerah pesisir dalam perdagangan dan pelayar jawa, dan (3) terjadinya
pergeseran pusat-pusat perdagangan dalam abad ke-17 dengan segala akibatnya.
Pada
tahun 1619, seluruh jawa timur praktis sudah berada dibawah kekuasaan Mataram,
yang ketika itu dibawah pemerintahan Sultan Agung. Pada masa pemerintahan
Sultan Agung inilah kontak-konak bersejata antara kerajaan Mataram dengan VOC
mulai terjadi. Meskipun ekspansi mataram telah menghancurkan kota-kota pesisir dan mengakibatkan perdagangan
setengahnya menjadi lumpuh, namun sebagai penghasil utama dan pengekspor beras,
posisi mataram dalam jaringan perdagangan di Nusantara masih berpengaruh.
Di
Sulawesi, pada akhir abad ke-16, pelabuhan Makassar berkembang dengan pesat. Letaknya memang
strategis , yaitu tempat persinggahan ke Maluku, filiphina, cina,
patani,kepulauan nusa tenggara, dan kepulauan idonesia bagian barat. Akan
tetapi, ada faktor-faktor historis lain yang mempercepat perkembangan itu. Pertama,penduduk
Malaka, oleh portugis mengakibatkan
terjadinya migrasi pedagang melayu, antara lain, Makassar. Kedua, arus migrasi melayu bertambah besar setelah aceh mengadakan
ekspedisi terus menerus ke johor dan pelabuhan-pelabuhan di semenanjung melayu. Ketiga, blockade belanda terhadap
malaka dihindari oleh pedagang-pedagang, baik Indonesia maupun india ,asia
barat dan asia timur. Keempat, merosotnya pelabuhan jawa timur
mengakibatkan fungsinya
di ambil oleh pelabuhan Makassar . Kelima, usaha belanda memonopoli
perdagangan rempah-rempah di Maluku membuat Makassar mempunyai kedudukan yang
sentralbagi perdagangan antara Maluku dan malaka. Itu semua membuat pasar
berbagi macam barang berkembang di sana.
Sementara
itu, Maluku, banda, seram, dan ambon sebagai pangkal atau ujung perdagangan
rempah-rempah menjadi sasaran pedagang barat yang ingin menguasainya dengan politik
monopolinya. Ternate dan tidore dapat
terus dan berhasil mengelakkan dominasi total dari portugis dan spanyol, namun
ia mendapat ancaman dari belanda yang dating kesana.
2. LATAR BELAKANG KEDATANGAN BELANDA, VOC, HINDIA BELANDA
Tujuan
belanda dating ke Indonesia, pertama-tama adalah untuk mengembangkan usaha
perdagangan, yaitu mendapatkan rempah-rempah yang mahal harganya di Eropa.
Perseroan Amsterdam mengirim armada kapal perdagangannya yang pertama ke
Indonesia tahun 1595, terdiri dari empat kapal, di bawah pmpinan Cornelis de
Houtman. Menyusul kemudian angkatan kedua tahun 1598 di bawah pimpinan van
Nede, dan van Warwijck. Selain dari Amsterdam, juga dating beberapa kapal dari
berbagai kota di Belanda. Angkatan ketiga berangkat tahun 1599 di bawah
pimpinan van der Hagen, dan angkatan ke empat tahun 1600 di bawah pimpinan van
Neck.
Melihat hasil yang diperoleh perseroan Amsterdam itu,
banyak perseroan lain berdiri yang juga ingin berdagang dan berlayar ke
indonesia. Pada bulan maret
1602 perseroan-perseroan itu bergabung dan di sahkan oleh staten-general
republik dengan satu piagam yang memberi hak khusus kepada perseroan gabungan
tersebut untuk berdagang, berlayar, dan
memegang kekuasaan di kawasan antara tanjung harapaan dan kepulauan Solomon,
termasuk kepulauan nusantara. Perseroan itu bernama Vereenigde Oost Indische
compagnie (VOC)
Melihat isi piagam tersebut, jelas bahwa VOC, di samping
berdagang dan berlayar, juga di beri hak untuk melakukan kegiatan-kegiatan
politik dalam rangka menunjang usaha perdagangannya. Sangan boleh jadi, hak
politik itu di berian karena hal yang sama juga berlaku pada bagi Negara eropa lainnya, seperti portugis yang dating
ke kepulauan Indonesia hamper seabad sebelum belanda. Sebelum itu, belanda
sudah berhasil mendirikan faktotai di aceh (1601), dan gresik (1602).
VOC yang yang berpusat di Amsterdam itu merumuskan
langkah-langkah sebagai berikut.
a. Kompeni Belanda itu boleh membuat atau mengadakan
perjanjian dengan raja-raja di Hindia timur atas nama kerajaan belanda.
b. Kompeni belanda boleh membangun kota,
benteng, dan kubu-kubu pertahanan di tempat-tempat yang di pandang perlu.
c. Kompeni belanda boleh mengadakan serddu
sendiri, gubernur dan pegawai-pegawai sendiri, sehingga menjadi serupa
pemerintahan.
Dalam
pelayaran pertama, VOC sudah mencapai banten dan selat bali. Pada pelayaran
kedua, mereka sampai ke Maluku untuk membeli rempah-rempah. Dalam angkatan
ketiga mereka sudah terlibat perang melawan portugis di Ambon, tetapi gagal, yang
memaksa mereka untuk mendirikan benteng tersendiri. Mereka kali ini sudah
berhasil membuat kontrakdengan pribumi mengenai jual beli rempah-rempah. Dalam
angkatan keempat, mereka berhasil membuka perdagangan dengan banten, dan
ternate, tetapi mereka gagal merebut benteng portugis di tidore.
Dalam usaha mengembangkan perdagangannya, VOC Nampak
ingin melakukan monopoli. Karena itu, aktivitasnya yang ingin menguasai
perdagangan Indonesia menimbulkan perlawnan pedagang-pedagang pribumi yang
merasa kepentingannya terancam. Sistem monopoli itu bertentangan dengan sistem
tradisional yang di anut masyarakat . sikap belanda yang memaksakan kehendak
dengan kekerasan makin memperkuat sikap permusuhan pribumi tersebut. Pada tahun
1798, VOC di bubarkan.
Sebelumnya, pada 1795 izin operasinya di cabut. Kemunduran, kebangkrutan dan di
bubarkannya VOC di sebabkan oleh berbagai faktor, antara lain pembukuan yang
curang , pegawai yang tidak cakap dan korup, utang besar, dan sistem monopoli
serta sistem paksa dalam pengumpulan bahan-bahan atau hasil tanaman penduduk sehingga
menimbulkan kemerosotan moril baik para penguasa mauun penduduk yang sangat
menderita.
Pada pergantian abad ke-18 secara resmi Indonesia
pindah ke tangan pemerintah belanda.
Pemerintahan belanda ini berlangsung sampai tahun 1942, dan
hanya di interupsi pemerintahan inggris Selama beberapa tahun pada 1811-1816.
Sampai tahun 1811, pemerintahan Hindia belanda tidak mengadakan perubahan yang
berarti. Pada
tahun 1830, pemerintahan Hindia belanda menjalankan sistem tanam paksa. Setelah terusan suez di
buka dan industri di negri belanda sudah berkembang pemerintahan menerapkan
politik liberal di Indonesia . perusahaan dan modal swasta di buka
seluas-luasnya . meskipun dalam politik liberal itu kepentingan dan hak pribumi
mendapat perhatian, tetapi pada dasarnya tidak mengalami perubahan yang
berarti. Baru pada tahun 1901 belanda menerapkan politik etis, politik balas
budi.
3. PENETRASI POLITIK BELANDA
VOC sejak semula memang diberi izin
oleh pemerintah belanda untuk melakukan kegiatan politik dalam rangka
mendapatkan hak monopoli dagang di Indonesia. Oleh karena itu, VOC dibantu
kekuatan militer dan armada tentara serta hak-hak yang bersifat kenegaraan,
mengadakan perjanjian politik, dan sebagainya. Dengan perlengkaan yang lebih
maju, VOC, melakukan politik yang ekspansi. Boleh dikata, abad ke-17 dan 18
adalah priode ekspansi dan monopoli dalam sejarah colonial di Indonesia.”
Menjelang akhir abad ke-18 ekspansi wilayah ini berhasil di jawa.
Sultan agung sejak semula sudah
melihat bahwa belanda adalah ancaman. Pada tahun 1628 dan 1629, mataram dua
kali melakukan serangan ke Batavia, tetapi gagal. Masuknya pengaruh belanda ke
pusat kekuasaan mataram adalah karena amangkurat II (1677-1703) meminta bantuan VOC untuk memadamkan
pemberontakan Trunojoyo, adipati Madura, dan pemberontakan kajoran. Pada masa
amangkurat III Mataram
mengalami krisis, sementara belanda telah menggerogoti wilayah dan
kekuasaannya. Memang setiap bantuan yang di berikan belanda harus di bayar
dengan wilayah dan konsesi dagang.
Meluasnya pengaruh belanda dalam
pemerintahan mataran, di percepat oleh konflik intern dalam istana. Karena
konflik itulah Mataram pada tahun 1755 pecah menjadi Surakarta dan Yogyakarta, tahun 1757 muncul
kekuasaan mangkunegara, dan akhirnya pada tahun 1813 kekuasaan Paku alam.
Penetrasi politik belanda juga
terjadi di kerajaan Banjarmasin. Belanda pertama kali datang ke kerajaan ini
pada awal abad ke-17.mereka dengan susah payah mendapatkan izin untuk berdagang. Karena di pandang merugikan pedagang
banjar sendiri, para pedagang belanda ini akhirnya diusir dari sana. Posisi
mereka kemudian di isi oleh para pedagang inggris. Namun, yang terakhir ini pun
di usir dari kerajaan itu dengan alasan
yang sama. Setelah pedagang inggris meninggalkan Banjarmasin pada dasawarsa
ketiga abad ke-18, banjar didatangi lagi oleh pedagang Belanda. Mereka
mendekati Sultan Tahliliah dan pada tahun 1734 mereka berhasil mengadakan
perjanjian dengan mendapatkan fasilitas perdagangan di kerajaan itu. Psds
mulanya, mereka masih sangat tergantung pada kebijaksanaan sultan. Kesempatan
untuk memperbesar pengaruh dalam
kerajaan banjar baru mereka peroleh ketika terjadi konflik antara pangeran amir
dan pangeran nata. Pangeran amir yang lebih di senangi rakyat tersingkir dalam persaingannya
memperebutkan tahta kerajaan dengan pangeran nata yang mendapat bantun belanda
setelah pangeran ii meminta bantuan tersebut . pangeran amir akhirnya dapat di
tangkap dan di buang ke Ceylon.
B.
PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
1.
SEBELUM
KEMERDEKAAN
Islam
masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau abad ke tujuh sampai abad ke
delapan masehi. Ini mungkin didasarkan kepada penemuan batu nisan seorang
wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun dileran dekat Surabaya tahun
475 H atau 1082 M. Sedang menurut laporan seorang musafir Maroko Ibnu Batutah
yang mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya ke negeri Cina pada tahun
1345 M. Agama islam yang bermadzhab Syafi’i
telah mantap disana selama se abad, oleh karena itu berdasarkan bukti ini abad
ke XIII di anggap sebagai awal masuknya agama islam ke Indonesia. Daerah yang
pertama-pertama dikunjungi ialah :
Pesisir Utara pulau
Sumatera, yaitu di peureulak Aceh Timur, kemudian meluas sampai bisa mendirikan
kerajaan Islam pertama di Samudera Pasai, Aceh Utara.
Pesisir Utara pulau
Jawa kemudian meluas ke Maluku yang selama beberapa abad menjadi pusat kerajaan
Hindu yaitu kerajaan Majapahit.
Pada permulaan abad ke
XVII dengan masuk islamnya penguasa kerajaan Mataram, yaitu: Sultan Agung maka
kemenangan agama islam hampir meliputi sebagian besar wilayah Indonesia.
Sejak pertengahan abad
ke XIX, agama islam di Indonesia secara bertahap mulai meninggalkan
sifat-sifatnya yang Singkretik (mistik). Setelah banyak orang Indonesia yang
mengadakan hubungan dengan Mekkah dengan cara menunaikan ibadah haji, dan
sebagiannya ada yang bermukim bertahun-tahun lamanya.
Ada tiga tahapan “masa”
yang dilalui atau pergerakan sebelum kemerdekaan, yakni :
a.
Pada
Masa Kesultanan
Daerah
yang sedikit sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah daerah Aceh,
Minangkabau di Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama islam secara mendalam
mempengaruhi kehidupan agama, social dan politik penganut-penganutnya sehingga
di daerah-daerah tersebut agama islam itu telah menunjukkan dalam bentuk yang
lebih murni. Dikerajaan tersebut agama islam tertanam kuat sampai Indonesia
merdeka. Salah satu buktinya yaitu banyaknya nama-nama islam dan
peninggalan-peninggalan yang bernilai keIslaman.
Di kerajaan Banjar dengan
masuk islamnya raja banjar. Perkembangan islam selanjutnya tidak begitu sulit,
raja menunjukkan fasilitas dan kemudahan lainnya yang hasilnya membawa kepada
kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar bersendikan islam. Secara konkrit
kehidupan keagamaan di kerajaan Banjar ini diwujudkan dengan adanya Mufti dan
Qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-Banjari yang ahli dalam bidang Fiqih dan
Tasawuf. Islam di Jawa, pada masa pertumbuhannya diwarnai kebudayaan jawa, ia
banyak memberikan kelonggaran pada sistem kepercayaan yang dianut agama
Hindu-Budha. Hal ini memberikan kemudahan dalam islamisasi atau paling tidak
mengurangi kesulitan-kesulitan. Para wali terutama Wali Songo sangatlah berjasa
dalam pengembangan agama islam di pulau Jawa.
Menurut
buku Babad Diponegoro yang dikutip Ruslan Abdulgani dikabarkan bahwa Prabu
Kertawijaya penguasa terakhir kerajaan Mojopahit,
setelah mendengar penjelasan Sunan Ampel dan Sunan Giri, maksud agama islam dan agama Budha
itu sama, hanya cara beribadahnya yang berbeda. Oleh karena itu ia tidak
melarang rakyatnya untuk memeluk agama baru itu (agama islam), asalkan
dilakukan dengan kesadaran, keyakinan, dan tanpa paksaan atau pun kekerasan.
b. Pada Masa Penjajahan
Dengan
datangnya pedagang-pedagang barat ke Indonesia yang berbeda watak dengan pedagang-pedagang
Arab, Persia, dan India yang beragama islam, kaum pedagang barat yang beragama
Kristen melakukan misinya dengan kekerasan terutama dagang teknologi
persenjataan mereka yang lebih ungggul daripada persenjataan Indonesia. Tujuan
mereka adalah untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan islam di sepanjang pesisir
kepulauan nusantara. Pada mulanya mereka datang ke Indonesia untuk menjalin
hubungan dagang, karena Indonesia kaya dengan rempah-rempah, kemudian mereka
ingin memonopoli perdagangan tersebut. Waktu itu kolonial belum berani
mencampuri masalah islam, karena mereka belum mengetahui ajaran islam dan
bahasa Arab, juga belum mengetahui sistem social islam. Pada tahun 1808
pemerintah Belanda mengeluarkan instruksi kepada para bupati agar urusan agama tidak
diganggu, dan pemuka-pemuka agama dibiarkan untuk memutuskan perkara-perkara
dibidang perkawinan dan kewarisan. Tahun 1820 dibuatlah Statsblaad untuk
mempertegaskan instruksi ini. Dan pada tahun 1867 campur tangan mereka lebih
tampak lagi, dengan adanya instruksi kepada bupati dan wedana, untuk mengawasi
ulama-ulama agar tidak melakukan apapun yang bertentangan dengan peraturan
Gubernur Jendral. Lalu pada tahun 1882, mereka mengatur lembaga peradilan agama
yang dibatasi hanya menangani perkara-perkara perkawinan, kewarisan, perwalian,
dan perwakafan. Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi
menjadi penasehat urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda lebih berani
membuat kebijaksanaan mengenai masalah islam di Indonesia, karena Snouck
mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan Aceh.
Lalu ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan politik islamnya. Dengan
politik itu, ia membagi masalah islam dalam tiga kategori :
v Bidang agama murni atau ibadah
Pemerintahan
kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat islam untuk melaksanakan agamanya
sepanjang tidak mengganggu kekuasaan pemerintah Belanda.
v Bidang sosial kemasyarakatan
Hukum islam baru
bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan dengan adapt kebiasaan.
v Bidang politik
Orang islam
dilarang membahas hukum islam, baik Al-Qur’an maupun Sunnah yang menerangkan
tentang politik kenegaraan dan ketata negaraan.
c. Pada
Masa Kemerdekaan
Terdapat
asumsi yang senantiasa melekat dalam setiap penelitian sejarah bahwa masa kini
sebagian dibentuk oleh masa lalu dan sebagian masa depan dibentuk hari ini.
Demikian pula halnya dengan kenyataan umat islam Indonesia pada masa kini,
tentu sangat dipengaruhi masa lalunya.
Islam
di Indonesia telah diakui sebagai kekuatan cultural, tetapi islam dicegah untuk
merumuskan bangsa Indonesia menurut versi islam. Sebagai kekuatan moral dan
budaya, islam diakui keberadaannya, tetapi tidak pada kekuatan politik secara
riil (nyata) di negeri ini. Seperti halnya pada masa penjajahan Belanda, sesuai
dengan pendapat Snouck Hurgronye, islam sebagai kekuatan ibadah (sholat) atau
soal haji perlu diberi kebebasan, namun sebagai kekuatan politik perlu
dibatasi. Perkembangan selanjutnya pada masa Orde Lama, islam telah diberi
tempat tertentu dalam konfigurasi (bentuk/wujud) yang paradoks, terutama dalam
dunia politik. Sedangkan pada masa Orde Baru, tampaknya islam diakui hanya
sebatas sebagai landasan moral bagi pembangunan bangsa dan negara.
2.
SETELAH
KEMERDEKAAN
a. Birokrasi Keagamaan
Ibu
kota kerajaan disamping merupakan pusat-pusat politik dan perdagangan, juga
merupakan tempat berkumpul para ulama dan muballig Islam. Sultan Iskandar Muda
(1607-1636 M) mengangkat Syaikh Syamsuddin Al-Sumatrani menjadi mufti kerajaan
Aceh dan begitu pula terjadi pada raja-raja yang lain.
Kedudukan
ulama disamping sebagai penasihat raja, juga duduk dalam jabatan-jabatan
keagamaan yang tingkat dan namanya berbeda antara satu daerah dengan daerah
lainnya. Tetapi penerapan hukum Islam terkuat ada pada kerajaan Aceh dan
Banten.
b. Ulama dan Ilmu-Ilmu Pengetahuan
Ada
dua cara yang dilakukan oleh para ulama untuk menyebarkan kebudayaan Islam :
- Membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas
sebagai muballig
- Melalui karya-karya yang tersebar dan dibaca
di berbagai tempat yang jauh.
Ilmuwan
Muslim terkenal pertama di Indonesia adalah Hamzah Fansuri yang menulis
Asrarul-‘Arifin fi Bayan ila Suluk wa Al-Tauhid. Kemudian, Syamsuddin
Al-Sumatrani mengarang buku Mir’atul Mu’minin (1601 M); Nurudin Al-Raniri yang
menulis banyak buku diantaranya al-Shirath, al-Mustaqim berisi uraian tentang
hukum kitab-kitab suluk di Jawa bersifat mistik yang terambil dari tradisi
mistik (tasawuf) Islam.
Di
Sulawesi, pemikiran tasawuf dikembangkan oleh Syaikh Yusuf Makassar (1626-1699
M) yang berlayar di Timur Tengah. Pada abad ke-19 M, pemikiran tasawuf mulai
bergeser kepada pemikiran fiqih seperti tergambar dalam karya-karya ulama pada
masa itu. Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari misalnya (1710-1812 M) menulis
kitab fiqih Sabilal Muhtadin dan kitab Perukunan Mellayu.
c. Arsitek Bangunan
Hasil-hasil
seni bangunan pada perkembangan dan pertumbuhan Islam di Indonesia, antara lain
: mesjid-mesjid kuno Demak, mesjid Agung Banten, mesjid Baiturrahman di Aceh,
Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, dan di daerah-daerah lain. Beberapa
masjid kuno, bangunannya mengingatkan kita kepada seni bangunan Candi selain
dari itu, pintu gerbang baik di keraton maupun pemakaman berbentuk
Candi-bentar, kori agung, jelas menunjukkan corak pintu gerbang yang dikenal
sebelum Islam. Demikian pula, nisan-nisan kubur di daerah Tralaya, Tuban,
Madura, Demak, Kudus, Cirebon, dan Banten menunjukkan unsur-unsur seni ukir dan
perlambang pra-Islam. Di Sulawesi, Kalimantan, dan Sumatera terdapat beberapa
nisan kubur yang lebih menunjukkan unsur seni Indonesia pra-Hindu dan
pra-Islam.
d. Departemen Agama
Departemen
Agama (dulu namanya Kementrian Agama) didirikan tanggal 3 Januar1 1946 pada
masa Kabinet Syahrir. Menteri Agama pertama adalah M. Rasyidi yang diangkat
pada tanggal 12 Maret 1946. Berdirinya Departemen Agama merupakan penyesuaian
pemerintah kala itu dengan keinginan mayoritas Muslim. Menurut B. J. Boland walaupun
banyak pendapat yang saling bertentangan tentang kementrian, secara bertahap
makna yang positif dari kementrian akan tampil ke depan yang meliputi hal-hal
sebagai berikut :
-
Bahwa kementrian itu menawarkan kemungkinan bagi agama, khususnya Agama Islam,
untuk berperan seefektif mungkin dalam negara dan masyaraqat
-
Dalam sebuah negeri yang sangat bercorak Muslim, kementrian ini merupakan suatu
jalan tengah antara negara sekular dan negara Islam.
Dalam jangka waktu
beberapa tahun di awal berdirinya kementrian ini, telah dikeluarkan berbagai
peraturan yang menentukan tugas serta ruang lingkup kementrian agama.
e. Pendidikan
Salah
satu bentuk pendidikan Islam tertua di Indonesia adalah pesantren yang tersebar
di berbagai pelosoknya. Pada awal abad ke-20, persoalan administrasi dan
organisasi pendidikan mulai mendapat perhatian setelah berkembangnya pemikiran
pembaharuan dalam Islam. Hal ini untuk memperbaiki, tidak ada kurikulum yang
jelas dalam pesantren untuk tingkat lanjutan.
Setelah
Indonesia merdeka, Badan Pekerja Komite Nasional pusat dalam bulan Desember
1945 menganjurkan agar pendidikan madrasah yang ada pada masa sebelumnya
diteruskan. Pada tahun 1946 Departemen Agama mengadakan latihan 90 guru agama,
dan pada tahun 1948, didirikanlah sekolah guru dan hakim Islam di Solo.
Beberapa sekolah agama Islam direncanakan dan didirikan oleh Departemen Agama.
Sementara, perguruan Islam swasta masih berjalan.
Bentuk-bentuk
lembaga pendidikan swasta tersebut adalah sebagai berikut: Pesantren Indonesia
klasik, madrasah diniyah (agama), madrasah-madrasah swasta (negeri).
Kaum
muslimin sejak awal berpikir untuk membangun Perguruan Tinggi Islam, akhirnya
Mahmud Yunus membuka Islamic College pertama tanggal 9 Desember 1940 di Padang,
terdiri dari Fakultas Syari’ah, Fakultas Pendidikan dan Bahasa Arab. Pada tahun
1945, muncul Universitas Islam Indonesia (UII) yang merupakan perguruan tinggi
Islam pertama yang memiliki fakultas-fakultas non agama. Pada tanggal 26
Sepetember 1951 dibuka perguruan tinggi dengan nama Perguruan Tinggi Agama
Islam Negeri (PTAIN), dan pada tahun 1957 di Jakarta didirikan Akademi Dinas
Ilmu Agama (ADIA). Gabungan keduanya membentuk IAIN yang terus berkembnag
pesat.[18]
f. Hukum Islam
Salah
satu lembaga Islam yang sangat penting yang juga ditangani oleh Departemen
Agama adalah hukum atau syariat. Pengadilan Islam di Indonesia membatasi
dirinya pada soal-soal yang bersifat pribadi. Keberadaan lembaga peradilan
agama di masa Indonesia merdeka adalah kelanjutan dari masa colonial Belanda.
Setelah
Indonesia merdeka jumlah pengadilan agama bertambah tetapi administrasinya
tidak segera dapat diperbaiki. Para hakim Islam tampak ketat dan kaku, karena
hanya berpegang pada mazhab Syafi’i. Sementara itu, belum ada kitab
undang-undang yang seragam yang dapat dijadikan pegangan para hakim dan
Pengadilan Agama. Karena itulah, sekolah Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN)
dan Fakultas Syariah di perguruan-perguruan tinggi Islam didirikan.
Baru
pada tahun 1974, hukum perkawinan diundangkan, setelah Dewan Perwakilan Rakyat
menyetujui pada bulan Desember 1973. Pada tanggal 21 Maret 1984 diterbitkan
Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Agama
yang menetapkan terbentuknya sebuah panitia dengan tugas menangani pelaksanaan
kompilasi. Dan akhirnya panitia kompilasi itu telah menghasilkan tiga buku
hukum, masing-masing tentang Hukum Perkawinan (Buku I), Hukum Kewarisan (Buku
II), dan Hukum Perwakafan (Buku III). Ketiga buku tersebut dilokakaryakan pada
bulan Februari 1988 dan mendapat dukungan yang luas.
Kemantapan
posisi hukum Islam dalam sistem hokum nasional semakin meningkat setelah
Undang-Undang Peradilan Agama ditetapkan tahun 1989. Undang-Undang Peradilan
Agama ini merupakan kelengkapan dari UU No. 14/1970 tentang ketentuan-ketentuan
pokok kekuasaan kehakiman.
g. Haji
Setelah
Indonesia, pada tahun 1964, Dewan
Urusan Haji mengajak PHI untuk kembali mengurus jamaah haji, tetapi campur
tangan pemerintah di dalamnya semakin besar, karena tanggung jawab
penyelenggaraan haji terletak pada pemerintah setempat. Namun, semua usaha yang
dilakukan itu tidak ada yang berhasil baik. Setelah Soekarno jatuh tahun 1966,
organisasi-organisasi swasta mulai lagi melakukan kegiatannya menyelenggarakan
perjalanan haji.
Diantara
alasan mengapa pemerintah melakukan monopoli dalam perjalanan penyelenggaraan
haji adalah sebagai berikut:
- Pemerintah
merasa bertanggung jawab atas penyelenggaraan perjalanan haji agar masyarakat
merasa tentram dan terjamin
-
Kemungkinan faktor laba
juga menjadi perhatian pemerintah.
h. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Di
samping Departemen Agama, cara lain pemerintah Indonesia dalam menyelenggarakan
administrasi Islam ialah mendirikan Majelis Ulama. Suatu program pemerintah,
apalagi yang berkenaan dengan agama, hanya bisa berhasil dengan baik bila
disokong oleh ulama. Karena itu, kerja sama antara pemerintah dan ulama perlu
terjalin dengan baik. Pertama kali Majelis Ulama didirikan pada masa
pemerintahan Soekarno. Majelis ini pertama-tama berdiri di daerah-daerah karena
diperlukan untuk menjamin kemajuan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam perkembangan Islam di Indonesia stelah banyak kerajaan Islam menjadi kerajaan yang kuat,
penyebarannya juga dilakukan dengan jalan Ekspansi dan Invansi ke daerah-daerah
sekitar wilayah kerajaan. Adapun Keadaan
kerajaan-kerajaan Islam menjelang datangnya Belanda di akhir abad ke-16 dan
awal abad ke-17 ke Indonesia berbeda-beda, bukan hanya berkenaan dengan
kemajuan politik, tetapi juga proses Islamisasinya. Di Sumatera, penduduk sudah Islam sekitar tiga abad,
sementara di Maluku dan Sulawesi proses Islamisasi baru
saja berlangsung. Sebelum
datangnya penjajah, baik itu Belanda ataupun Portugis, di Indonesia telah
berdiri bermacam-macam kerajaan baik yang Hindu maupun Budha. Namun, setelah
datangnya kerajaan-kerajaan Islam hal-hal mulai banyak mengalami
perubahan, baik dari hal politik maupun Ilmu pengetahuan. Islam memberi warna
baru bagi kehidupan di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø
Kitab sejarah peradaban Islam terlengkap; Abdul Syukur al-Azizi; penerbit saufa
yogyakarta
Ø Sejarah peradaban Islam; Drs. Syamsul Munir Amin, M.A.;
penerbit amzah jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar