Hubungan Aswaja dan Budaya
Aswaja atau ahlus sunnah wal jamaah merupakan paham yang menjunjung
tinggi nilai Islam rahmatan lil alamin di Indonesia. Damainya Islam di
dalam negeri tak luput dari budaya yang ada di dalamnya. Hal ini terjadi
karena adanya sebuah konsep yang terdapat di dalam aswaja, yaitu konsepالعادة محكمة (al-‘adah
muhakkamah). Konsep tersebut menerangkan bahwa budaya ataupun tradisi dapat
dijadikan pertimbangan suatu hukum.
Aswaja dan budaya seperti dua sisi dalam satu mata uang, yang
berarti keduanya memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam hal
ini aswaja menjelma menjadi sosok yang penting. Aswaja dapat memahami budaya
dan tradisi di Indonesia. Sehingga dapat mengatasi segala problematika yang
timbul di tengah-tengah masyarakat.
Adapun salah satu konsep dari pemahaman aswaja di sini yaitu,
tawasuth, tasamuh, tawazun dan amar ma’ruf nahi munkar. Tawasuth (moderat),
adalah sebuah sikap keberagamaan yang tidak terjebal terhadap hal-hal yang
sifatnya ekstrem. Tasamuh adalah sebuah sikap keberagamaan dan kemasyarakatan
yang menerima kehidupan sebagai sesuatu yang beragam. Tawazun (seimbang),
sebuah keseimbangan sikap keberagamaan dan kemasyarakatan yang bersedia
memperhitungkan berbagai sudut pandang dan kemudian mengambil posisi yang
seimbang juga proporsional. Amar ma’ruf nahi munkar, mengajak kepada kebaikan
dan mencegah kemungkaran.
Dengan adanya konsep-konsep di atas, aswaja mampu memandang dan memperlakukan budaya secara proporsional.
Karena budaya sebagai kreasi manusia yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya bisa terjamin. Budaya memiliki nilai-nilai positif yang bisa
dipertahankan bagi kebaikan manusia, baik secara personal maupun sosial. Mengenai
masalah ini, aswaja lebih condong bersifat substansial daripada teknis.
Dalam hal ini, terdapat pula sebuah kaidah fikih yang dipegang oleh
paham aswaja yang menyatakan المحافظة علي القديم
الصالح والأخذ بالجديد الأصلح (al-muhafadzah ala al-qadim
al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah), bahwa melestarikan kebaikan
yang ada dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik. Dengan menggunakan
kaidah ini, masyarakat yang mengikuti paham aswaja memiliki pegangan dalam
menyikapi budaya. Selama budaya tidak bertentangan dengan ajaran islam dan
budaya tersebut mengandung nilai kebaikan, maka budaya tersebut bisa di terima.
Bahkan bisa dipertahankan dan layak untuk di ikuti, ini sesuai dengan kaidah
fikih yang berbunyi العادة محكمة (al-‘adah muhakkamah). Konsep tersebut
menerangkan bahwa budaya ataupun tradisi dapat dijadikan pertimbangan suatu
hukum.
Seperti halnya kebudayaan, aswaja sangat menekankan makna dan
signifikasi sebuah tindakan. Karena itu sesungguhnya terdapat hubungan yang
sangat erat antara kebudayaan dan aswaja. Bahkan sulit dipahami kalau
perkembangan sebuah kebudayaan dilepaskan dari pengaruh aswaja. Karena aswaja
tidak sekedar memiliki hubungan yang erat dengan aswaja, melainkan menjaga dan
melestarikan budaya, itulah aswaja.
Dalam hal ini, sebagian kebudayaan juga terus ditantang oleh ilmu
pengetahuan, moralita, serta pemikiran kritis. Meskipun tidak dapat disamakan, namun
aswaja dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi. Aswaja mempengaruhi sistem
kepercayaan serta praktik-praktik kehidupan. Sebaliknya kebudayaan pun dapat
mempengaruhi aswaja, khususnya dalam hal bagaimana aswaja diinterprestasikan atau
bagaimana amalan-amalannya harus dipraktikkan.
Aswaja yang digerakkan budaya timbul dari proses interaksi manusia
dengan kaidah-kaidah yang tertuang dalam kitab-kitab klasik yang diyakini
sebagai hasil daya kreatif pengikut paham aswaja, namun meskipun demikian tetap
dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan
beberapa kondisi yang objektif. Hubungan kebudayaan dan aswaja tidak saling
merusak, keduanya justru saling mendukung dan mempengaruhi satu sam lain. Jadi
aswaja dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan. Karena kebudayaan
bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus mengikuti perkembangan jaman.
Demikian pula aswaja, selalu bisa berkembang di berbagai kebudayaan
dan peradaban di Indonesia. Kebudayaan bukanlah sesuatu yang statis, baku atau
mutlak. Kebudayaan berkembang seiring dengan perkembangan evolusi batin maupun
fisik manusia secara kolektif. Jadi dapat dikatakan secara singkat bahwa
kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, karsa manusia yang dilakukan dalam
keseharian.
Dengan demikian aswaja dapat tumbuh dalam kehidupan manusia.
Kehidupan diisi oleh kebudayaan. Maka aswaja adalah sebagian dari pada
kebudayaan, seperti pula sosial, ekonomi
dan politik. Masyarakat, aswaja dan kebudayaan sangat erat berkaitan satu sama
lain. Saat budaya atau aswaja diartikan sesuatu yang terlahir, maka mau tidak
mau harus menerima warisan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar