Senin, 16 Oktober 2017

Hubungan Aswaja dan Budaya

Hubungan Aswaja dan Budaya
Aswaja atau ahlus sunnah wal jamaah merupakan paham yang menjunjung tinggi nilai Islam rahmatan lil alamin di Indonesia. Damainya Islam di dalam negeri tak luput dari budaya yang ada di dalamnya. Hal ini terjadi karena adanya sebuah konsep yang terdapat di dalam aswaja, yaitu konsepالعادة محكمة  (al-‘adah muhakkamah). Konsep tersebut menerangkan bahwa budaya ataupun tradisi dapat dijadikan pertimbangan suatu hukum.
Aswaja dan budaya seperti dua sisi dalam satu mata uang, yang berarti keduanya memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini aswaja menjelma menjadi sosok yang penting. Aswaja dapat memahami budaya dan tradisi di Indonesia. Sehingga dapat mengatasi segala problematika yang timbul di tengah-tengah masyarakat.
Adapun salah satu konsep dari pemahaman aswaja di sini yaitu, tawasuth, tasamuh, tawazun dan amar ma’ruf nahi munkar. Tawasuth (moderat), adalah sebuah sikap keberagamaan yang tidak terjebal terhadap hal-hal yang sifatnya ekstrem. Tasamuh adalah sebuah sikap keberagamaan dan kemasyarakatan yang menerima kehidupan sebagai sesuatu yang beragam. Tawazun (seimbang), sebuah keseimbangan sikap keberagamaan dan kemasyarakatan yang bersedia memperhitungkan berbagai sudut pandang dan kemudian mengambil posisi yang seimbang juga proporsional. Amar ma’ruf nahi munkar, mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Dengan adanya konsep-konsep di atas, aswaja mampu memandang dan  memperlakukan budaya secara proporsional. Karena budaya sebagai kreasi manusia yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bisa terjamin. Budaya memiliki nilai-nilai positif yang bisa dipertahankan bagi kebaikan manusia, baik secara personal maupun sosial. Mengenai masalah ini, aswaja lebih condong bersifat substansial daripada teknis.
Dalam hal ini, terdapat pula sebuah kaidah fikih yang dipegang oleh paham aswaja yang menyatakan المحافظة علي القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح  (al-muhafadzah ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah), bahwa melestarikan kebaikan yang ada dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik. Dengan menggunakan kaidah ini, masyarakat yang mengikuti paham aswaja memiliki pegangan dalam menyikapi budaya. Selama budaya tidak bertentangan dengan ajaran islam dan budaya tersebut mengandung nilai kebaikan, maka budaya tersebut bisa di terima. Bahkan bisa dipertahankan dan layak untuk di ikuti, ini sesuai dengan kaidah fikih yang berbunyi العادة محكمة  (al-‘adah muhakkamah). Konsep tersebut menerangkan bahwa budaya ataupun tradisi dapat dijadikan pertimbangan suatu hukum.
Seperti halnya kebudayaan, aswaja sangat menekankan makna dan signifikasi sebuah tindakan. Karena itu sesungguhnya terdapat hubungan yang sangat erat antara kebudayaan dan aswaja. Bahkan sulit dipahami kalau perkembangan sebuah kebudayaan dilepaskan dari pengaruh aswaja. Karena aswaja tidak sekedar memiliki hubungan yang erat dengan aswaja, melainkan menjaga dan melestarikan budaya, itulah aswaja.
Dalam hal ini, sebagian kebudayaan juga terus ditantang oleh ilmu pengetahuan, moralita, serta pemikiran kritis. Meskipun tidak dapat disamakan, namun aswaja dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi. Aswaja mempengaruhi sistem kepercayaan serta praktik-praktik kehidupan. Sebaliknya kebudayaan pun dapat mempengaruhi aswaja, khususnya dalam hal bagaimana aswaja diinterprestasikan atau bagaimana amalan-amalannya harus dipraktikkan.
Aswaja yang digerakkan budaya timbul dari proses interaksi manusia dengan kaidah-kaidah yang tertuang dalam kitab-kitab klasik yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pengikut paham aswaja, namun meskipun demikian tetap dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif. Hubungan kebudayaan dan aswaja tidak saling merusak, keduanya justru saling mendukung dan mempengaruhi satu sam lain. Jadi aswaja dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan. Karena kebudayaan bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus mengikuti perkembangan jaman.
Demikian pula aswaja, selalu bisa berkembang di berbagai kebudayaan dan peradaban di Indonesia. Kebudayaan bukanlah sesuatu yang statis, baku atau mutlak. Kebudayaan berkembang seiring dengan perkembangan evolusi batin maupun fisik manusia secara kolektif. Jadi dapat dikatakan secara singkat bahwa kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, karsa manusia yang dilakukan dalam keseharian.

Dengan demikian aswaja dapat tumbuh dalam kehidupan manusia. Kehidupan diisi oleh kebudayaan. Maka aswaja adalah sebagian dari pada kebudayaan, seperti pula sosial,  ekonomi dan politik. Masyarakat, aswaja dan kebudayaan sangat erat berkaitan satu sama lain. Saat budaya atau aswaja diartikan sesuatu yang terlahir, maka mau tidak mau harus menerima warisan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar