Senin, 16 Oktober 2017

Konsep Masyarakat Madani dalam Islam

I.                   PENDAHULUAN
a.      LATAR BELAKANG
Istilah masyarakat Madani sebenarnya telah lama hadir di bumi, walaupun dalam wacana akademik di Indonesia baru belakangan terosialisasi secara luas. Munculnya wacana masyarakat Madani sebenarnya sebagai tuntutan perubahan kehidupan masyarakat Indonesia yang selama 32 tahun berada pada masa Orde Baru. Selama masa ini “nilai-nilai yang merupakan inti dari kebudayaan dan pendidikan telah diredusir menjadi nilai-nilai indoktrinasi yang tanpa arti dan sekedar menjadi semboyan untuk melindungi kebobrokan para pemimpin.
Kata Madani, sepintas orang mendengar asosiasinya dengan kota Madinah, memang demikian, karena kata madani berasal dari dan terjalin erat secara etimologi dan terminologi dengan Madinah yang menjadi ibukota pertama pemerintahan Muslim. Dari pandangan ini, kalangan pemikir muslim mengartikan civil society dengan cara memberi atribut keislaman madani (attributive dari kata al-Madani). Karena itu civil society dipandang sama dengan masyarakat madani pada masyarakat ideal dikota Madinah yang dibangun Nabi Muhammad SAW.

b.      RUMUSAN MASALAH
1.      Pengertian masyarakat madani
2.      Prinsip-prinsip dasarnya
3.      Mewujudkan masyarakat madani di Indonesia

c.       TUJUAN PENULISAN
1.      Memenuhi tugas mata kuliah hadits aqidah akhlaq
2.      Mengetahui tentang masyarakat madani
3.      Mengetahui prinsip-prinsip dasar masyarakat madani

II.                PEMBAHASAN
a.      PENGERTIAN MASYARAKAT MADANI
Istilah madani secara umum dapat diartikan sebagai “ adab atau beradab “. Masyarakat madani dapat didefinisikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya. untuk dapat mencapai masyarakat seperti itu, persyaratan yang harus dipenuhi antara lain adalah keterlibatan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan bersama, kontrol masyarakat dalam jalannya proses pemerintahan, serta keterlibatan dan kemerdekaan masyarakat dalam memilih pimpinannya.
Dalam kehidupan serta perilaku masyarakat madani, Nabi berhasil memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan hukum, jaminan kesejahteraan bagi semua warga, serta perlindungan terhadap kelompok minoritas, sehingga kalangan pemikir Muslim menganggap masyarakat kota Madinah sebagai prototype masyarakat ideal produk Islam yang bisa  dipersandingkan dengan masyarakat ideal dalam konsep civil society.
Dalam wacana keislaman di Indonesia, Nurcholis Madjid yang menggelindingkan istilah masyarakat madani yang spirit serta visinya terbakukan dalam nama yayasan Paramadina, terdiri dari kata “para” dan “madinah”, atau “parama” dan “dina”. Secara semantik artinya kira-kira ialah, sebuah agama yang excelent (unggul) yang misinya untuk membangun sebuah peradaban madani. Menurut kalangan intelektual Muslim, kedua istilah (masyarakat agama dan masyarakat madani) memiliki akar normatif dan kesejarahan yang sama, yaitu sebuah masyrakat yang dilandasi norma-norma keagamaan sebagaimana yang diwujudkan Nabi Muhammad SAW di Madinah, yang berarti kota peradaban. Madinah dipahami oleh umat islam sebagai manifesto konseptual mengenai upaya Rasulullah Muhammad untuk mewujudkan sebuah masyarakat madani, yang diperhadapkan dengan masyarakat Badawi dan Nomad.
Dari paparan diatas, dapat di simpulkan bahwa bentuk masyarakat madani adalah suatu komunitas masyarakat yang memiliki “kemandirian aktivitas warga masyarakatnya” yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama, dengan mewujudkan dan memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan (persamaan), penegakan hukum, jaminan kesejahteraan, kebebasan, kemajemukan (pluralisme), dan perlindungan terhadap kaum minoritas. Masyarakat madani (civil society) adalah masyrakat yang mandiri dan bertanggung jawab, masyarakat yang berkembang dari rakyat dan untuk rakyat itu sendiri.
Ahmad tafsir, menyatakan bahwa masyarakat madani adalah masyarakat yang sadar akan hak dan kewajibannya, karena mengetahui hak dan kewajibannya maka penduduk masyarakat madani itu adalah penduduk yang hidup dalam demokrasi.
Tampaknya prototype masyarakat ini, akan di upayakan untuk diwujudkan di Indonesia, sehingga dapat dibayangkan kehidupan masyarakat indonesia akan mengalami perubahan yang mendasar dari semua aspek kehidupan manusia Indonesia, berupa kebiasaan, nilai-nilai yang di anut, agama, budaya, politik, hukum, teknologi dan pendidikan, yang akan berbeda dengan kehidupan pada era Orde Baru.
Tuntutan perubahan menuju masyarakat madani Indonesia memerlukan berbagai perubahan pada semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, serta sangat membutuhkan individu dan masyarakat dengan kemampuan yang tinggi. Pendidikan sebagai sarana terbaik untuk membentuk suatu generasi, dituntut peran sertanya dalam membangun masyarakat tersebut. Oleh karena itu peran pendidikan sangat diperlukan untuk mempersiapkan individu dan masyarakat sehingga memiliki kemampuan dan motivasi serta aktif dalam aktualisasi dan institusionalisasi masyarakat madani Indonesia, yang mempunyai identitas berdasarkan budaya Indonesia. Tilaar menyatakan bahwa dalam era reformasi pendidikan nasional tentunya tidak sesuai lagi dengan proses budaya yang terjadi pada masa Orde Baru, karena pendidikan nasional didalam era reformasi perlu merumuskan suatu visi pendidikan yang baru, yaitu membangun manusia dan masyarakat madani Indonesia yang mempunyai identitas berdasarkan budaya Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendidikan islamdi Indonesia yang posisinya sama dalam sistem pendidikan nasional, dan merupakan produk budaya Orde Baru, pada era reformasi ini tentunya juga tidak sesuai lagi. Untuk itu pendidikan Islam dituntut perannya dalam era ini, yaitu perlu merumuskan kembali visi pendidikan yang baru untuk membangun manusia dan masyarakat madani Indonesia yang mempunyai identitas berdasarkan budaya Islam Indonesia.
                                            
b.      PRINSIP-PRINSIP DASARNYA
Untuk menunjang sebuah masyarakat yang madani, maka masyarakat tersebut harus memiliki beberapa unsur pokok yang harus dipegang teguh, yaitu:
1.      Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasi kepada publik.
2.      Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain. Demokratisasi dapat terwujud melalui penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi:
(1)    Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). “suatu organisasi yang didirikan perorangan atau sekelompok, yang sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan sedikitpun dari kegiatannya”.
(2)   Pers yang bebas. “Bebas dalam artian terbebas dari segala tekanan, paksaaan atau penindasan dari pihak manapun, termasuk pemerintah negara maupun oknum-oknum tertentu”.
(3)   Supremasi hukum. “Sebuah hal yang harus dijadikan sebagai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara/hukum yang harus benar-benar tegak, tidak seperti sekarang yang mana suatu hukum runcing ke bawah dan tumpul ke atas”.
(4)   Perguruan Tinggi. “Merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakn untuk mempesiapkan pserta didik menjadi angota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan”.
(5)   Partai politik. “Organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”.
3.      Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4.      Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
5.      Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsional antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
6.      Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.
7.      Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
                                                                                      
c.       MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI DI INDONESIA
Dalam upaya untuk membangun masyarakat madani di Indonesia, tentu tidak mudah dicapai begitu saja. Dibutuhkan beberapa persyaratan agar gagasan tersebut dapat diimplementasikan dengan baik. Beberapa persyaratan yang diperlukan untuk mewujudkan masyarakat madani, yaitu:
a.       Pemahaman yang sama (One Standard)
Pada tingkat awal diperlukan pemahaman bersama dikalangan masyarakat, tentang apa dan bagaimana karakteristik masyarakat madani. Paling tidak secara konsepsional prinsip-prinsip dasar masyarakat madani harus dipahami secara bersama, sehingga relatif semua masyarakat dapat memahami apa yang digariskan dalam prinsip-prinsip dasar masyarakat madani tersebut. Masyarakat harus memahami terlebih dahulu bagaimana mekanisme sistem yang terdapat dalam masyarakat madani itu dalam dinamika kehidupan masyarakat. Dengan pemahaman konsep, relatif akan menjadi lebih mudah bagi masyarakat untuk melangkah menuju masyarakat madani. Karena itu, sosialisasi tentang masyarakat tersebut perlu dilaksanakan dengan memanfaatkan berbagai kesempatan yang ada.

b.      Keyakinan (Confidence) dan saling percaya (Social trust)
Perlu menumbuhkan dan mengkondisikan keyakinan dikalangan masyarakat bahwa masyarakat madani adalah bentuk masyarakat yang ideal, masyarakat pilihan yang terbaik dalam mewujudkan suatu sistem sosial yang dicita-citakan. Dengan keyakinan yang tumbuh di kalangan masyarakat, proses untuk menuju masyarakat madani dapat dilakukan. Seiring dengan itu harus perlu ditumbuhkembangkan rasa saling percaya di kalangan masyarakat. Penanaman rasa saling percaya sangat diperlukan, karena untuk membangun masyarakat madani, rasa curiga harus dihilangkan dan harus ditumbuhkan rasa saling percaya antara satu dengan yang lain. Rasa saling percaya antara lain, dapat ditumbuhkan dengan meningkatkan rasa keadilan dan kejujuran dalam berbagai aspek kehidupan.

c.       Satu hati dan saling tergantung
Apabila telah terbentuk rasa saling percaya di kalangan masyarakat luas, tahap berikutnya diperlukan juga kondisi kesepakatan, satu hati dan kebersamaan dalam menentukan arah kehidupan yang dicita-citakan. Untuk itu refleksi dari kondisi kesepakatan, satu hati dan kebersamaan akan tergambar dengan semakin menguatnya rasa saling tergantung antara individu dengan kelompok dalam masyarakat. Dengan keadaan seperti itu, tingkat saling membutuhkan antara berbagai segmen masyarakat akan menjadi bagian terpenting dari moral kehidupan masyarakat dan akan menjamin keseimbangan antara kebebasan individual dan kestabilan masyarakat.

d.      Kesamaan pandangan tentang tujuan dan misi
Jika kondisi kesepakatan, satu hati dan kebersamaan sudah tetanam dalam kehidupan masyarakat, maka kesamaan pandangan baik mengenai tujuan dan misi menjadi lebih mudah untuk dapat diwujudkan, karena semua lapisan segmen masyarakat ingin mewujudkan cita-cita yang sama dalam kehidupan masyarakat. Perbedaan-perbedaan yang ada dalam kehidupan masyarakat tentu tidak dapat dinafikan begitu saja, perbedaaan itu bukan untuk diarahkan menjadi suatu yang bersifat menyeragamkan atau kesamaan, tetapi dalam wujud kesatuan dan satu kesamaan. Perbedaan tersebut menjadi salah satu kekayaan pluralisme dalam kehidupan masyarakat yang dicita-citakan bersama.

Jika keempat persyaratan diatas dapat terpenuhi, maka relatif akan lebih mudah untuk merumuskan berbagai kebijakan dan strategi untuk mewujudkan masyarakat madani yang dicita-citakan. Kunci utama dari keberhasilan mewujudkan masyarakat madani yang dicita-citakan itu, secara kultural antara lain memang terletak pada prasyarat-prasyarat yang disebutkan di atas. Selain keempat persyaratan tersebut, yang harus diperhatikan adalah tantangan yang dihadapi dewasa ini untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan tersebut.
                                                                           
III.             PENUTUP
a.      KESIMPULAN
Bentuk masyarakat madani adalah suatu komunitas masyarakat yang memiliki “kemandirian aktivitas warga masyarakatnya” yang berkembang sesuai dengan potensi budaya, adat istiadat, dan agama, dengan mewujudkan dan memberlakukan nilai-nilai keadilan, prinsip kesetaraan (persamaan), penegakan hukum, jaminan kesejahteraan, kebebasan, kemajemukan (pluralisme), dan perlindungan terhadap semua lapisan masyarakat.

b.      DAFTAR PUSTAKA

Ø  Paradigma pendidikan islam: membangun masyarakat madani di Indonesia; Drs. Hujair AH. Sanaky, MSI. Penerbit;Safiria Insania Press; Yogyakarta;oktober 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar