Senin, 16 Oktober 2017

Mubtada' dan Khobar

BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Hubungan antara hukum islam dan bahasa arab sangat erat dan mustahil dipisahkan.  Hal ini karena hukum islam bersumber pada al-Qur’an dan Hadits yang menggunakan bahasa arab sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa arab. Sebagai seorang muslim, tentunya kita sangat ingin menyelami ajaran islam lebih mendalam, yakni dengan menggali langsung dari sumbernya, yaitu al-qur’an dan sunnah rasul. Karena keduanya menggunakan bahasa arab maka kita harus mengetahui dan memahami bahasa arab terlebih dahulu. Dalam mempelajari bahasa arab tentunya tidak akan terlepas dari ilmu nahwu, salah satu materi yang ada dalam ilmu nahwu adalah mubtada’ dan khobar. Mubtada’ dan khobar adalah bentuk kalimat yang saling berkaitan satu sama lainnya, sehingga belum menjadi kalimat yang sempurna jika mubtada’ belum dilengkapi oleh khobar.

2.      Rumusan Masalah
a.       Pengertian Mubtada’ dan  khobar.
b.      Hukum-hukum mubtada’ dan khobar

3.      Tujuan Penulisan
a.       Memahami definisi mubtada’ dan khobar.
b.      Mengetahui macam aneka ragam mubtada’ khobar.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN MUBTADA’ DAN KHOBAR
Mubtada’ adalah subjek (musnad ilaih) yang tidak didahului oleh ‘amil. Sedangkan khobar adalah lafadz yang disandarkan pada mubtada’ yang di gunakan untuk menyempurnakan faedah bersama dengan mubtada’. Adapun jumlah yang tersusun dari mubtada’ dan khobar disebut jumlah ismiyah.
Mubtada’ dan khobar adalah dua isim yang dapat membentuk atau menciptakan jumlah yang berfaedah.
Seperti contoh; الحَقّ مَنصُورٌ  (kebenaran itu pasti tertolong) dan seperti contoh; الاِسْتِقلالُ ضامِنٌ سَعادَةَ الاُمَّةِ  (kemerdekaan adalah jaminan kebahagiaan ummat).
Adapun mubtada’ itu berbeda dari khobar, bahwasannya mubtada’ itu adalah isim yang di khobari (مُخبَر عنه) dan sedangkan khobar itu adalah isim yang memberikan khobar (مُخبَر به).
B.     HUKUM-HUKUM MUBTADA’
Mubtada’ memiliki lima hukum, antara lain:
1.      Wajib rofa’. Sekali tempo mubtada’ dibaca jar dengan menggunakan ba’ (البَاء) atau min (مِنْ) yang keduanya berupa zaidah (tambahan), atau dengan menggunakan rubba (رُبَّ) yang mana rubba adalah huruf jar yang diserupakan dengan zaidah.
Seperti contoh; بِحَسْبِكَ اللهُ    . ( بِحَسْبِكَ) ba’ adalah huruf jar zaidah, adapun lafadz ( حَسْب) di jarkan secara lafadz dengan menggunakan huruf ba’, dan lafadz ( حَسْب) mahal rofa’ / berkedudukan rofa’ bahwasannya lafadz tersebut menjadi mubtada’, adapun lafadz (اللهُ) menjadi khobarnya mubtada’.
Dan seperti contoh; هَل مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللهِ يَرْزُقُكُمْ   
dan juga;  يَارُبَّ كَاسِيَةٍ فِي الدُّنْيَا عَارِيَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
2.      Wajib berupa isim ma’rifat, seperti contoh; مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ  , atau berupa nakiroh mufidah (nakiroh yang bisa memberikan faedah), seperti contoh; مَجْلِسُ عِلْمٍ يُنتَفع به خيرٌ من عبادة سبعين سنة.
Adapun nakiroh mufidah itu bisa terwujud dengan salah satu syarat dibawah ini;
a.       Dengan idhofah, baik secara lafadz, seperti contoh;  خَمْسُ صَلَوَاتٍ كتبهُنَّ اللهُ
maupun secara makna, seperti contoh;      كُلٌّ يَمُوْتُ أي كُلُّ أحَدٍ يَموتُ
b.      Adanya khobar berupa muqoddam dan berkedudukan menjadi dzorof atau jar majrur, seperti contoh; لِكُلِّ اَجَلٍ كِتَابٌ  .
c.       Jatuh setelah nafi, istifham, laula (لَوْلاَ), ataupun idzan (اِذًا) al-fuja’iyyah (yang bermakna kaget).  Seperti contoh; مَا أحَدٌ عِنْدَنَا   .
3.      Jawaz (boleh) membuang mubtada’ bila menunjukkan suatu dalil, seperti ucapan “كيفَ سَعِيْدٌ؟” maka akan di jawab “مُجتَهِدٌ” maksudnya; هُوَ مُجْتَهِدٌ . mubtada’ yang berupa lafadz هُوَ disini dibuang, bolehnya membuang هُوَ (mubtada’) disini karena menunjukkan dalil, yakni menjadi jawab dari perkataan “كيفَ سَعِيْدٌ؟” . Dan seperti contoh dalam al-qur’an surat an-nur ayat 1; سُــْورَةٌ أنْزلْنَاهَا , lafadz سُــْورَةٌ menjadi khobar dari mubtada’ yang dibuang, kira-kiranya yaitu هَذِهِ سُــْورَةٌ .
4.      Wajib membuang mubtada’, adapun dalam hal ini terjadi pada empat tempat, antara lain;
a.       Ketika menunjukkan jawab qosam, seperti contoh;فْعَلَنَّ كَذَا  فِي ذِمَّتِي لأ  maksudnya;عَهْدٌ اَوْ مِيْثَاقٌ  فِي ذِمَّتِي.
b.      Ketika adanya khobar berupa mashdar yang mengganti dari fi’ilnya, seperti contoh; صَبْرٌ جَمِيْلٌ maksudnya صَبْرٌ جَمِيْل صَبْرِيْ .
c.       Ketika adanya khobar dikhususkan dengan menggunakan makna memuji atau mencela yang jatuh setelah lafadz ni’ma (نِعْمَ) dan bi’sa (بِئسَ)  seperti contoh; نعم الرجلُ أبو طالب و بئس الرجلُ أبو لَهب   adapun lafadz أبو dari kedua contoh ini adalah khobarnya mubtada’ yang dibuang, kira-kiranya adalah هُوَ.
d.      Ketika asalnya mubtada’ berupa na’at maka diputus dari sifat kena’atannya selama menunjukkan makna memuji, mencela ataupun kasih sayang. Seperti contoh;
 خُذْ بِيَدِ زُهَيرٍ الكريمُ و دَعْ مجالسةَ فلانٍ اللئيمُ و أَحْسِنْ الي فلانٍ المسكينُ
Maka mubtada’ wajib dibuang dalam semua contoh ini. kira-kiranya ialah; هُوالكريمُ وهُوَ اللئيمُ وهُو المسكينُ   .
5.      Sesungguhnya hukum asal dalam mubtada’ adalah mendahulukannya dan mengakhirkan khobar, dan sekali tempo berlaku kebalikannya yakni wajib mendahulukan khobar dan mengakhirkan mubtada’.

C.    PEMBAGIAN MUBTADA’
Mubtada’ itu ada tiga bagian, antara lain:
1.      Mubtada’ yang shorih (jelas) atau isim dzohir, seperti contoh; الكريمُ محبوبٌ .
2.      Mubtada’ dhomir munfashil, seperti contoh; اَنتَ مُجْتَهِدٌ .
3.      Mubtada’ yang dita’wil dengan mashdar, seperti contoh; وأن تَصُوْمُوا خَيرٌلكُم  adapun ta’wilannya adalah; صَومُكُم خير لكم   maka adanya fi’il yang berupa lafadz تَصُوْمُوا  dikira-kirakan dalam bentuk mashdarnya menjadi  صَومُكُم yang berkedudukan rofa’ karena menjadi mubtada’.

D.    HUKUM-HUKUM KHOBARNYA MUBTADA’
Khobarnya mubtada’ mempunyai tujuh hukum, antara lain:
1.      Wajib rofa’.
2.       Hukum asal dalam khobar itu berupa isim nakiroh musytaqqoh, dan terkadang berupa isim jamid, seperti contoh; هَذَا حَجَرٌ .
3.      Wajib mencocoki pada mubtada’ dalam segi mufrod, tasniyah, jama’, mudzakkar dan muannatsnya.
4.      Boleh membuang khobar ketika menunjukkan suatu dalil, seperti contoh; خرجْتُ فَـإِذًا الأسَدُ (saya keluar tiba-tiba melihat singa)             maksudnya;حَاضِرٌ  فَـإِذًا الأسَدُ (tiba-tiba melihat singa itu ada).
5.      Wajib membuang khobar dalam empat tempat, antara lain:
a.       Menunjukkan sifat yang mutlak (menunjukkan keadaan yang umum). Adapun hal ini bisa terjadi ketika lafadz tersebut menggunakan makna dari lafadz كَائِنٌ (ada)  أو موجود (wujud)  أو مستقر (tetap)   أو حاصل  (hasil). Dan hal tersebut ada dalam dua masalah, pertama: ketika khobar berhubungan atau berkaitan dengan dzorof atau jar majrur, seperti contoh;
الجنّة تحت أقدام الامهات   maksudnya او موجودة  الجنة كائنة
 العلم في الصدور   maksudnya  العلم كائن او موجود
kedua: ketika jatuh setelah laula (لولا) atau lauma (لوما)
لولا الدين لهلك الناس  maksudnya  موجود لولا الدين
لوما الكتابة لضاع أكثر العلم   maksudnya موجودة  لوما الكتابة
b.      Adanya khobarnya mubtada’ yang shorih didalam qosam, seperti contoh; لَعَمرك لأفعلنّ   maksudnya  لعمرك قسمي  .Lafadz  لعمرك adalah mubtada’ shorih dan lafadz قسمي adalah khobar yang dibuang.
c.       Adanya mubtada’ berupa mashdar atau isim tafdhil yang dimudhofkan pada mashdar, dan setelahnya terdapat suatu keadaan yang tidak patut untuk diberi khobar. Seperti contoh; تَأديْبي الغلام مُسِيْأً   dan seperti contoh; أفضَلُ صلاتك خاليًا مما يَشغَلُكَ .
d.      Adanya khobar jatuh setelah wawu ma’iyah (واو معيّة) yakni wawu yang menunjukkan makna bersamaan, seperti;  كُلٌّ امْرِئٍ وَمَا فَعَلَ  أي  مَعَ فِعْلِهِ .
6.      Jawaz (boleh) ta’addud yakni lebih dari satu, sedangkan mubtada’nya hanya satu, seperti contoh; خَلِيـْـلٌ كَاتِـبٌ شَاعِـرٌ خَـطِيْـبٌ  .
7.      Hukum asal khobar diakhirkan dan jatuh sesudah mubtada’, namun terkadang khobar boleh didahulukan  bahkan wajib di dahulukan.

E.     KHOBARNYA MUBTADA’
Khobarnya mubtada’ ada dua bagian, yaitu: khobar mufrod dan khobar jumlah.
a.       Khobar mufrod adalah khobar yang tidak berupa jumlah, walaupun khobar tersebut berupa tasniyah ataupun jama’, seperti contoh;  
 المُـجْتَهِدُ محمودٌ و المجتهدان محمودان و المجتهدون محمودون  .
b.      Khobar jumlah adalah khobar yang berupa jumlah, baik jumlah fi’liyyah maupun ismiyyah, seperti contoh; الْـخُلُقُ الـحَسَنُ يعلي قدر صاحبه  , lafadz الْـخُلُقُ adalah mubtada’, lafadz الـحَسَن  sebagai shifat, dan  يعلي قدر صاحبه   sebagai jumlah fi’liyyah, yakni jumlah yang diawali dengan kalimat fi’il yang berupa  يُعلِي . dan seperti contoh; الـعَـاقِـلُ خُـلُـقُـهُ حَـسَـنٌ  ,lafadz الـعَـاقِـلُ sebagai mubtada’ awal dan lafadz خُـلُـقُـهُ sebagai khobar sekaligus mubtada’ kedua. Adapun jumlah خُـلُـقُـهُ حَـسَـنٌ   dinamakan jumlah ismiyyah karena diawali kalimat isim yang berupa خُـلُـقُـهُ  .

F.     WAJIB MENDAHULUKAN MUBTADA’
Hukum asal dalam mubtada’ adalah didahulukan, dan hukum asal dalam khobar adalah diakhirkan. Namun terkadang terjadi sebaliknya, yakni khobar wajib didahulukan dan mubtada’ wajib diakhirkan.
Dan wajib mendahulukan mubtada’ dalam enam tempat, antara lain:
1.      Adanya mubtada’ berupa isim yang menjadi permulaan kalam, seperti isim syarat, contoh; مَـنْ يَتـَّـقِ اللهَ يُـفْلِـحْ   dan isim istifham, contoh; مَـنْ جَاءَ؟  dan ma (مَا) yang menunjukkan makna heran, contoh; مَا أحسَنَ الفَضِيـْلَةَ !  dan juga jatuh setelah kam al-khobariyah (كم الخبرية) yakni kam yang menyimpan makna khobar, contoh; كَم كِتَابٌ عِنْدِي ! .
2.      Adanya mubtada’ serupa dengan isim syarat,  contoh; الذي يجتهدُ فله جائزةٌ  dan  وكل تلميذٍ يجتهد فهو علي هدًي . Mubtada’ disini serupa dengan isim syarat, dan olehnya berhadapan dengan fi’il sesudahnya dan adanya fi’il menjadi sebab bagi lafadz sesudahnya, maka hal tersebut sama dengan dikatakan; من يجتهدُ فله جائزةٌ  dan أَيّ تلميذٍ يجتهد فهو علي هدًي   . Dikarenakan jawab disitu berupa isim maka diberi fa’ seperti halnya memberikan fa’ didalam jawabnya syarat.
3.      Dimudhofkan pada isim yang menjadi permulaan kalam, seperti contoh; غُـلاَمُ مَـن مُـجْتَهـدٌ ؟ .
4.      Adanya mubtada’ bersamaan dengan lam ta’kid (pengukuhan), dan lam ini bernama lam ibtida’(permulaan), contoh;  وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيرٌ مِن مُشرِكٍ .

5.       
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
 Mubtada’ adalah subjek (musnad ilaih) yang tidak didahului oleh ‘amil. Sedangkan khobar adalah lafadz yang disandarkan pada mubtada’ yang di gunakan untuk menyempurnakan faedah bersama dengan mubtada’. Mubtada’ dan khobar adalah dua isim yang dapat membentuk atau menciptakan jumlah yang berfaedah.
B. DAFTAR PUSTAKA
* al-imrithy
* jami' al-durus
* alfiyyah ibn Malik
* al-ajurumiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar