Senin, 28 November 2016

Sejarah Agama Kong Hu Cu

BAB I
PENDAHULUAN
    A.    Latar Belakang Masalah
Agama Kong Hu Chu dipeluk berbagai bangsa di : Asia, Amerika dan Eropa. Negara yang penduduknya banyak menganut agama atau setidaknya memahami ajaran atau filosofi Kong Hu Chu (Ru Jiao) :  Hongkong, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Mongolia, Singapura, Taiwan, Tiongkok dan Vietnam. Di beberapa negara, hari kelahiran Kongzi bahkan diperingati setiap tahun dengan berbagai acara ritual dan prosesi keagamaan, seminar dan ditetapkan sebagai Hari Libur.
Agama ini sudah dikenal sejak 5.000 tahun lalu, lebih awal 2.500 tahun dibanding usia Kongzi. Kongzi (Hua Yu) atau Khongcu (dialek Hokian) atau Confucius (Latin) adalah nama nabi terakhir dalam agama Kong Hu Chu.  Kongzi adalah nabi terbesar dalam agama Kong Hu Chu. Agama Kong Hu Cu, memperoleh nama menurut nama pembangunnya, yaitu Kung Fu Tze (551-479 SM).
Sejarah kehidupan Kong Hu Chu disebut lafal dialek Hokkian yang telah umum dikenal masyarakat Indonesia di dalam aksen masyarakat Mandarin istilah ini disebut Khung Ce atau Khung Ciu sedangkan konfusius sendiri adalah nama dalam bahasa latin yang diberikan kepadanya setelah kedatangan kaum Jesuit pada abad ke XVI.

   B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah lahirnya agama Kong Hu Chu ?
2.      Bagaimana sejarah kehidupan agama Kong Hu Chu ?

   C.     Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui bagaimana sejarah lahirnya Agama Kong Hu Chu.
2.      Untuk mengetahui bagaimana sejarah kehidupan agama Kong Hu Chu.





BAB II
PEMBAHASAN
   A.    Sejarah Agama Kong Hu Chu
Agama Kong Hu Chu dikenal pula sebagai Ji Kauw atau Ru Jiao, yang berarti agama yang mengajarkan kelembutan atau agama bagi kaum terpelajar. Huruf Ru berasal dari kata “ren” atau orang, dan “Xu” atau (perlu) sehingga berarti yang diperlukan orang, sedangkan “ru” sendiri bermakna ‘Rou” lembut budi pekerti, penuh susila, ‘Yu’–Yang utama, mengutamakan perbuatan baik, lebih baik, He – Harmonis, Selaras, Ru – Menyiram dengan kebajikan, bersuci diri,. ‘Jiao berasal dari kata ‘xiao’ (berbakti) dan ‘wen’ (sastra, ajaran). Jadi ‘jiao’ berarti ajaran/sastra untuk berbakti. Maka Ru jiao adalah ajaran/agama untuk berbakti bagi kaum lembut budi pekerti yang mengutamakan perbuatan baik, selaras dan berkebajikan.[1]
Agama ini sudah dikenal sejak 5.000 tahun lalu, lebih awal 2.500 tahun dibanding usia Kongzi. Kongzi (Hua Yu) atau Khongcu (dialek Hokian) atau Confucius (Latin) adalah nama nabi terakhir dalam agama Kong Hu Chu.  Kongzi adalah nabi terbesar dalam agama Kong Hu Chu dan oleh sebab itu banyak orang yang kemudian menamai Ru Jiao sebagai Confucianism, yang kemudian di Indonesia dikenal sebagai Agama Konghucu.[2]
Agama Kong Hu Cu, memperoleh nama menurut nama pembangunnya, yaitu Kung Fu Tze (551-479 SM). Ada pihak yang berpendirian bahwa ajaran Kung Fu Tze bukan suatu agama tetapi suatu ajaran nilai-nilai (Ethika), karena Kung Fu Tzu sendiri menghindarkan diri untuk berbicara tentang Alam Ghaib. “,kenapa kamu bertanya kepadaku tentang maut, sedangkan kamu tidak mengetahui tentang bagaimana harus hidup?” (Li Chi, XI:11), dan kunci ajarannya bertolak dari titik-azas: “Apa yang kamu tidak ingin lakukan orang terhadapmu, jangan lakukan terhadap orang lain,” (Lun Yu, 15:23).[3]
Sekitar abad 16 M, Matteo Richi, salah satu misionaris dari Italia melihat bahwa diantara nabi-nabi dalam Ru Jiao, Nabi Khonghuculah yang terbesar. Sejak saat itu istilah Confuciansm, Konfusianisme lebih populer dan di indonesia dikenal sebagai Agama Kong Hu Chu. Menurut kosa katanya sendiri, Ru Jiao berarti agama yang mengutamakan kelembutan atau keharmonisan. Di dalam Kitab Yangzi Fa diartikan sebagai Tong Tian Di Ren atau yang menjalinkan Thian (Tuhan), Di (Alam, Bumi) dan Ren (Manusia). Agama Khonghucu merupakan Agama Monoteis. Agama tersebut hanya mengenal satu Tuhan, yakni dikenal dengan istilah THIAN (Tuhan Yang Maha Esa), Shang Di (Tuhan Yang Maha Kuasa ).[4]
   B.     Sejarah Kehidupan Kong Hu Chu
Kong Hu Chu adalah lafal dialek Hokkian yang telah umum dikenal masyarakat Indonesia di dalam aksen masyarakat Mandarin istilah ini disebut Khung Ce atau Khung Ciu sedangkan konfusius sendiri adalah nama dalam bahasa latin yang diberikan kepadanya setelah kedatangan kaum Jesuit pada abad ke XVI.[5]
Nabi Kong Hu Chu adalah seorang nabi yang hidup sekitar 2500 tahun yang lalu, lahir pada bulan delapan tanggal 27 lemlik 551 SM dan wafat pada bulan dua tanggal 18 lemlik, 479 SM beliau lahir di negeri Lo (bagian tengah jazirah Shantung). Ayahnya bernama Khong Hut, alias Siok Liang seorang perwira keturunan bangsawan negeri Song. Dia seorang perwira di negeri Lu yang berperawakan kekar dan perkasa , berwatak jujur, sederhana dan taat kepada Tuhan, berbakti kepada leluhur dan mencintai tenggang rasa kepada sesamanya. dan ibunya bernama Gan Tien Tjay. Nama beliau yang sebenarnya ialah Khiu yang berarti bukit, alias Tong Ni yang artinya anak nomor dua dari bukit Ni. Beliau adalah anak bungsu, mempunyai Sembilan orang kakak perempuan dan seorang kakak laki – laki.[6]
Ibu Gan Tien Cay ikut merasakan suasana prihatin dan sering mengikuti suaminya naik ke bukit Ni untuk melakukan puja dan doa ke Hadirat Thian (Tuhan Yang Maha Esa ) agar dikaruniai seorang putra yang suci dan mulia untuk melanjutkan kurun keluarganya. Doa suci seorang ibu telah berkenan kepada Thian, pada suatu malam inu Gan Tien Cay beroleh penglihatan, datanglah Malikat Bintang Utara dan berkata:
“ Terimalah karunia Tuhan Yang Maha Esa seorang putera Agung dan Suci, seorang Nabi, Engkau harus melahirkannya di lembah Khong Song”.
Benarlah, sejak itu beliau mulai megandung dan tatkala kadungannya cukup tua, beliau berolah lagi penglihatan. Tampak datang kepadanya, lima orang tua yang menyebut dirinya sebagai Lima Sari Bintang dengan menuntun seekor hewan mirip kijang bersisik, bertanduk tunggal seperti seekor naga. Hewan itu berlutut di hadapan ibu Gan Tien Cay dan dari mulutnya menyembur sebuah kitab batu Kumala yang bertuliskan:
“Putera Sari Air Suci yang akan menggantikan Dinasti Ciu yang susah lemah dan akan menjadi Raja Tanpa Mahkota”
           Ibu Gan Tien Cay mengikat sehelai tali merah pada tanduk hewan tersebut dan penglihatan itu sirna. Ketika Kong Siok Liang Hut diberitahu tentang hal itu, beliau menukas, “ itulah King Lien” yang muncul kalau raja suci memerintah.[7]
           Ketika waktu melahirkan makin dekat, Ibu gan bertanya kepada suaminya dimana letak Khong Shong ( nama sebuah gua di gunung selatan Lam sam). Kemudian beliau pergi sesuai pejuntuk yang diperolehnya dan dipersiapkan segla sesuatu untuk menyambut kelahiran sang bayi.
           Pada malam menjelang kelahiran, turunlah dua ekor naga berjaga kiri dan kanan, terdengar alunan music merdu di luar angkasa, dua bidadari menampakkan diri dan menuangkan bebauan harum seolah memandikan sang bunda. Ketika bayi lahir muncul sumber air hangat dari lantai Kong Song dan mengering setelah bayi dilahirkan. Malam itu bintang Kutub Utara memenacarkan cahaya gemilang kepermukaan bumi yang kelam. Sungai kuning yang biasanya bergolak dan mengalirkan air kuning berumpur, tiba-tiba airnya jernih dan mengalir dengan tenang. Dari langit terdengar suara, “Thian, Tuhan yang Maha Esa, telah berkenan menurunkan seorang putera yang Nabi”. Langit jernih bertabur bintang-bintang, bumi damai tentram, angin bertiup sepoi-sepoi membawakan kesejukan dan besoknya matahari bersinar cemerlang dan hangat. Pada tubuh sang bayi tampak ada tanda-tanda yang luar biasa, dari dadanya terdapat tulisan, Sang Nabi diutus Tuhan untuk menolong dunia yang tenggelam dan ingkar dari jalan suci”. Dari sinilah telah lahir seorang putera  yang Nabi, yang nantinya benar-benar sebagai seorang pembawa firman Tuhan untuk membimbing manusia hidup dalam Jalan Suci, dialah Kongcu Sang Genta Rohani Tuhan untuk semua.[8]
Sewaktu Kong Hu Chu berusia tiga tahun, bapanya meninggal dunia dan dimakamkan di Fangshan, yang terletak di bagian paling timur Negeri Lo (di Shantung). iapun diasuh dan dibesarkan oleh ibunya. Guru guru yang mengajarnya sangat memujikan kecerdasan Kong Hu Chu. Sewaktu sudah dewasa, kecerdasan dan kebijaksanaanya menjadi buah tutur dalam distrik kediamannya itu. Banyak orang datang menjumpainya untuk bertukar pikiran maupun bertanyakan sesuatu hal.[9]
Pada usia 19 tahun beliau menikah dengan puteri keluarga Kian Kwan dari Negeri Song. Dari pernikahan ini mendapatkan seorang putera, bernama Li alias Pik Gi, dan dua orang anak perempuan. [10]
Sewaktu ia berusia 24 tahun ibunya meninggal dunia, lalu iapun bergabung tiga tahun lamanya, menurut adat istiadat Tiongkok. Masa tiga tahun itu dipergunakannya untuk memperdalam pengetahuannya dalam bidang sejarah, sastra dan filsafat. Sehabis masa tiga tahun itu ia tidak balik memegang jabatannya dalam pemerintahan, tapi membuka perguruan.[11]
   C.     Mulai Mewartakan Wahyu
Kong Hu Chu mulai menyebarkan wahyu yang ditrimanya dari Tuhan Yang Maha Esa tatkala ia berumur 30 tahun. Ketika itu nabi bersabda:
“Aku hendak mengabadikan diriku bagi semua, sebab sesungguhnya semua manusia itu sekeluarga adanya,  dan Thian, Tuhan Yang Maha Esa menugaskan diriku membimbingnya. Usiaku sudah tiga puluh tahun, kemauanku sudah teguh, badanku sedang sehat-sehatnya: Aku insaf benar apa yang akan aku lakukan”.
Sejak itulah beliau mulai menerima para murid. Dengan diikuti beberapa muridnya, pada tahun 518 SM Nabi kongcu melakukan perjalanan ke kota Loo-iep, ibu kota dinasti Ciu Timur. Nabi Kongcu dan para muridnya berkeliling dari satu Negara ke Negara lain seperti, Wee, Song, Tien, Chai, Kong, Cho, dan bahkan menyebrangi sungai Kuning ke Negara Cien. Dalam melakukan perjalanan mereka mengalami berbagai penderitaan dan bahaya. Misalnya saat melewati Negara Song, seorang pembesar jahat, kejam, korup beranama Hwan Twee, yang menganggap kehadiran Nabi sebagai hal yang akan membahayakan kedudukannya, dengan berbagai cara menghambat dan merintangi pekerjaan Nabi yang telah mengabarkan firman Tuhan, bahkan berusaha mencelakakan Nabi dan para muridnya. Dalam menghadapi keadaan gawat itu, nabi meneguhkan iman para muridnya dengan bersabbda:
“Thian telah menyalakan kebajikan (jalan suci) dalam diriku, apa yang dapat dilakukan hwan twee atasku?”
Menurut catatan sejarah, murid nabi Kong Hu Chu tidak kurang dari 3000 orang dan dari sekian jumlah murid itu ada 72 murid yang dikategorikan maju. Sampai usia lanjutpun nabi tanpa mengenal lelah bekerja keras menunaikan kewajiban sucinya, di dalam membina para muridnya maupun menyelesaikan penyusunan kitab-kitab suci.
   D.    Mengakhiri Perwartaan Wahyu[12]
Pada tahun 481 SM, suatu hari berburulah Raja Ai bersama beberapa mentari dan pengikutnya. Dalam pemburuan kali ini terbunulah seekor hewan yang ajaib bentuknya, kepalanya bertunduk tunggal, tubuhnya seperti seekor kijang dan bulunya nampak bersisik serta berwarna kehijau-hijauan. Raja muda Ai maupun mentri mentrinya tidak ada yang mengetahui prihal hewan tersebut. Akhirnya Raja muda Ai teringat akan nabi Kongcu , maka dititahkan seorang untusan untuk menjemput nabi Kongcu. Mendapat berita itu nabi bergegas mengikuti utusan itu. Begitu melihat hewan itu, berserulah nabi Kongcu dengan suara haru dan tangis:
“….itulah Kilien….mengapa engkau menapakkan diri? Mengapa engkau menampakkan diri? Selesai pulalah pekerjaanku sekarng ini…”
Didalam salah satu kitab tertulis, “ Setelah Kilien terbunuh, Thian telah menurunkan hujan darah yang membentuk huruf di luar gerbang Lo Twan, yang berbunyi:
“ segera jadikan Hukum Suci, sudah tiba waktumu Nabi Kongcu. Disnasti Ciu musnah, binantang sapu akan muncul, kerajaan Chen akan bangkit, dan terjadilah huru-hara. Kitab-kitab akan dimusnahkan, tetapi ajaranmu akan tetap lestari tak terputuskan.”
Setelah melihat sendiri kejadian itu, maka disiapkan suatu altar untuk upacara sembahyang dan diletakkan kitab-kitab suci yang telah beliau susun diatas meja sembahyang. Dikumpulkan semua sang murid dan nabi sendiri langsung memimpin mereka bersembahyang, memukul genta menghadap ke arah bintang utara dan membongkokkan diri tiga kali. nabi lalu mengacungkan pena yang lebih dahulu dicelupkan ke dalam tinta merah kea rah bintang utara, serta bersabda:
“kini telah cukup Khiu (nama kecil nabi-pen ) menjalankan firman Thian bagi manusia, Khiu pun telah selesai menyusun dan membukukan kitab-kitab suci ini. Bila telah tiba waktunya, Khiu bersedia kembali ke haribaan Tuhan Yang Maha Esa”
Setelah selesai nabi bersabda, maka nampak awan gelap di sebelah utara, yang tidak lama kemudian berubah menjadi halimun putih, dan setelah buyar halimun putih itu, tampaklah pelangi dengan kelima warnanya yang indah,
Pada penghujung kehidupannya, suatu malam nabi bermimpi duduk di dalam sebuah gedung diantara dua pilar merah. Mimpi itu meyakinkan nabi bahwa sudah saatnya nabi meninggalkan dunia ini. Sejak itu nabi tidak keluar rumah lagi, dan tujuh hari kemudian pada usia 72 tahun tepatnya pada tanggal 18 bulan 2 Kongculik (lunar) 479 SM wafatlah beliau, dimakamkan di kota Kiok Hu, dekat sungai Swi. Para murid yang menjujung dan mengasihinya melakukan perkabungan selama 3 tahun penuh dan dan membuat pondok di sekitar makam. Meskipun nabi Kongcu telah wafat, akan tetapi ajaran suci beliau teruslah berkembang lewat para murid dan pemeluk Konghuchu di berbagai pelosok dunia hingga sekarang.[13]
BAB III
PENUTUP

      Kesimpulan
Agama Kong Hu Chu dikenal pula sebagai Ru Jiao, yang berarti agama yang mengajarkan kelembutan atau agama bagi kaum terpelajar. Agama Konghuchu sudah dikenal masyarakat sejak 5.000 tahun lalu, lebih awal 2.500 tahun dibanding usia Kongzi sendiri. Nabi Kongcu mulai menyebarkan wahyu yang ditrimanya dari Tuhan Yang Maha Esa tatkala ia berumur 30 tahun dan saat itulah nabi kongcu melakukan perjalanan dari kota ke kota untuk menyebarkan ajarannya meskipun dalam perjalanan nabi mengalami berbagai penderitaan dan bahaya yang menimpa dirinya. Akan tetapi dari perjuangannya telah menuahkan hasil, Nabi Konghuchu berhasil menarik umat manusia tidak kurang dari 3000 orang dan dari sekian jumlah murid itu ada 72 murid yang dikategorikan maju.
Pada usia 72 tahun, tanggal 18, bulan 2 Kongculik (lunar) 479 SM wafatlah beliau, dimakamkan di kota Kiok Hu, dekat sungai Swi. Meskipun nabi Kongcu telah wafat, akan tetapi ajaran suci beliau teruslah berkembang lewat para murid dan pemeluk Konghuchu di berbagai pelosok dunia hingga sekarang.



DAFTAR PUSTAKA

Buku kenangan MUNAS XVI MATAKIN & Peresmian kelenteng “ kong miao “ TMII, 2010, Jakarta
Ing Tjie Tjay, 1991, Etika Konfusius dan Akhir Abad Ke 20, , Solo
Mathar  Moch. Qasim,, 2005, Sejarah, Teologi dan Etika Agama-agama, Jakarta, PT Dian/Interfidei
Ming Chao,  1994, Mengenal Beberapa Aspek filsafat Konfusianisme, Taoisme dan Buddhisme, Jakarta
Oei T Lee, 1991, Etika Konfusius Dan Akhir Abad 20, Solo
Sou’yb Joesoef , 1996, Agama-Agama Besar di Dunia, Jakarta, PT Al Husna Zikra




[1] Lee T Oei, Etika Konfusius Dan Akhir Abad 20, (Solo : Matakin, 1991), hal 53
[3] Joesoef Sou’yb, agama-agama besar di dunia, PT Al Husna Zikra, (Jakarta: cet III, 1996) , hal  167
[4] Buku kenangan MUNAS XVI MATAKIN & Peresmian kelenteng “ kong miao “ TMII.( Jakarta: Matakin 2010), hal  27
[5] Chao Ming. Mengenal Beberapa Aspek filsafat Konfusianisme, Taoisme dan Buddhisme.(Jakarta: Sasana. 1994), hal  3
[6] Tjie Tjay Ing. Etika Konfusius dan Akhir Abad Ke 20.( Solo: Matakin.1991), hal 86
[7] DR,H. Moch. Qasim Mathar, M.A, Sejarah, Teologi dan Etika Agama-agama, PT Dian/Interfidei ( Jakarta, Cet II,2005), hal 47
[8] DR,H. Moch. Qasim Mathar, M.A, Sejarah, Teologi dan Etika Agama-agama, PT Dian/Interfidei ( Jakarta, Cet II,2005).  hal, -48
[12] Ibid
[13]  DR,H. Moch. Qasim Mathar, M.A, Sejarah, Teologi dan Etika Agama-agama, PT Dian/Interfidei ( Jakarta, Cet II,2005), hal 49-52

1 komentar:

  1. warisan leluhur yang mengedepankan penghormatan dan saling hargai dituang ke dalam ajaran konghucu, oleh sebab itu jangan sampai ajaran konghucu ini hilang mari kita lestarikan bersama. jangan lupa juga kunjungi halaman youtube saya yang berisi tempat eksis untuk tempat foto bagus jakarta jadi kalian bisa menyimpan beberapa tempat untuk spot foto di jakarta

    BalasHapus